Do'a Sebelum dan Sesudah Makan


Pertanyaan Dari:
Abizar Purnama, NBM. 1.055.532, SD Muhammadiyah Manyar Gresik
(disidangkan pada hari Jum’at, 22 Zulhijjah 1433 H / 18 November 2012 M)


Pertanyaan:

Assalaamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Ustadz, saya tidak tahu harus dengan cara apa menyampaikan pertanyaan, maka saya tulis saja pertanyaan di sini.
Begini,  ini yang menjadi kegelisahan saya beberapa bulan ini. Di sekolah tempat saya mengajar, dalam memberi bimbingan mengenai doa sebelum makan adalah dengan lafal "Allahumma baarik lana..dst." dan doa setelah makan dengan lafal "Alhamdulillahi ladzii ath'amanaa wa saqaana..dst".. Padahal di tuntunan doa sehari-hari di website muhammadiyah.or.id  tidak demikian. Saya menemukan artikel baik buku maupun internet pun menyatakan bahwa doa yang kami ajarkan selama ini ternyata dari hadis lemah, sehingga tidak dapat dijadikan hujjah. Mohon penjelasannya. Terima kasih.
Wassalaamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Jawaban:

Wa’alaikumus-salam w. w.
Terimakasih kami ucapkan kepada Bapak Abizar Purnama atas pertanyaan yang disampaikan kepada tim fatwa MTT-PP Muhammadiyah.
Kegundahan dan kegelisahan yang Bapak alami itu patut disyukuri, karena itu pertanda positif, bahwa Bapak memiliki rasa kepedulian terhadap persoalan agama, serta ingin melaksanakan amalan-amalan sesuai dengan tuntunan dan berlandaskan dalil yang kuat.
Setelah menyimak pertanyaan Bapak, maka substansi pertanyaan Bapak menyangkut dua hal, yaitu:
Pertama, terkait dengan validitas atau kekuatan dalil (hadis) tentang tuntunan doa sebelum dan sesudah makan. Kedua; bagaimana menyikapi kebiasaan di sekolah bapak khususnya dan di masyarakat pada umumnya yang mengajarkan dan mengamalkan doa yang bersumber dari dalil yang lemah.

a.    Doa Sebelum Makan
Doa yang Bapak tanyakan tersebut diriwayatkan oleh Imam Ibn al-Sunni dalam kitab beliau ‘Amal al-Yaum wa al-Lailah dengan sanad dan matan sebagai berikut :

قَالَ ابْنُ السُّنِّي حَدَّثَنِي فَضْلُ بْنِ سُلَيْمَانَ ، ثَنَا هِشَامُ بنُ عَمَّارٍ ، ثَنَا مُحَمَّدُ بْنِ عِيْسَى بْنِ سُمَيْعٍ ، ثَنَا مُحَمَّدِ بْنِ أَبِي الزُّعَيْزِعَةِ ، عَنْ عَمْرُو بْنِ شُعَيْبٍ ، عَنْ أَبِيْهِ ، عَنْ جَدِّهِ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو ، رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، أَنَّهُ كَانَ يقُوْلُ فِي الطَّعَامِ إِذَا قُرِّبَ إِلَيْهِ : اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْمَا رَزَقْتَنَا ، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ ، بِاسْمِ اللهِ .

Artinya: “Ibn as-Sunni berkata Fadhl bin Sulaiman menceritakan kepadaku bahwa Hisyam bin Ammar menceritakan kepada kami bahwa Muhammad bin Isa bin Sumai’ menceritakan kepada kami bahwa Muhammad bin Abi Zu’aizi’ah menceritakan kepada kami dari Amr bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya Abdullah bin Amr ra, dari Nabi saw, bahwasanya beliau membaca pada saat makanan didekatkan ke beliau,Allahumma Bârik Lanâ Fîmaa Razaqtanâ wa Qinâ ‘Adzâban Nâr, Bismillah” (“Ya Allah berkahilah apa yang Engkau rezkikan kepada kami dan jauhkanlah dari kami siksa neraka, dengan menyebut nama Allah”)

Berdasarkan kaidah ilmu musthalah al-hadits, memang benar bahwa hadis tentang doa sebelum dan sesudah makan seperti yang bapak tanyakan di atas termasuk kategori hadis lemah (dha’if). Sebab dalam rangkaian sanad hadis tersebut terdapat seorang rawi bernama Muhammad bin Abu Zu’aizi’ah, yang dianggap lemah oleh para imam ahli hadis, antara lain;  Imam al-Bukhari dalam kitabnya Al-Tarikh al-Kabir jilid satu halaman 88, Imam Abu Nu’aim Al Ashfahani dalam kitabnya Adh-Dhu’afa,  Imam Ibnu Hibban Al Busti dalam kitabnya Al-Majruhin, Abu Hatim ar-Razi dan Ibn Abi Hatim Ar-Razi dalam kitab ‘Ilal Al hadits dan kitab Al-Jarh wa A- Ta’di,  Al-Hafizh Muhammad bin Thahir Al-Maqdisi dalam kitab Dzakhirah Al-Huffaz, seluruhnya mengatakan bahwa  Ibnu Abi Zu’aizi’ah adalah rawi yang lemah (dha’if), munkar dan hadisnya tersebut tidak diperhitungkan. Bahkan Al-Hafizh Muhammad bin Thahir Al-Maqdisi dalam kitab Ma’rifah At-Tadzkirah lil Ahadits al-Maudhu’ah beliau mengatakan bahwa Ibn Abi Zu’aizi’ah adalah dha’if, hadisnya mungkar, dajjal (pendusta besar) dan tidak berhak dijadikan hujjah.

Begitu pula halnya dengan rawi yang bernama  Muhammad bin Isa bin Suma’i,  dilemahkan oleh Al Hafizh Ibnu Thahir Al Maqdisi. Dari penjelasan para ulama Al-Jarh wa at-ta’dil di atas semakin jelas bahwa rawi yang terdapat dalam sanad hadis di atas memiliki kelemahan yang sangat berat, sehingga menyebabkan hadis yang diriwayatkan termasuk kategori hadis yang sangat lemah pula.

Selain ibn al-Sunni, matan hadis yang sama juga diriwayatkan oleh imam Malik dalam kitab Muwattha’ pada kitab al-Jâmi’ hadis nomor 1465, sekalipun doa yang diriwayatkan oleh ibnu as-Sunni tersebut tidak selengkap pada matan hadis yang diriwayatkan oleh imam Malik, sebagai berikut:

وحَدَّثَنِي عَنْ مَالِك عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ أَنَّهُ كَانَ لَا يُؤْتَى أَبَدًا بِطَعَامٍ وَلَا شَرَابٍ حَتَّى الدَّوَاءُ فَيَطْعَمَهُ أَوْ يَشْرَبَهُ إِلَّا قَالَ الْحَمْدُ لِلهِ الَّذِي هَدَانَا وَأَطْعَمَنَا وَسَقَانَا وَنَعَّمَنَا اللهُ أَكْبَرُ اللَّهُمَّ أَلْفَتْنَا نِعْمَتُكَ بِكُلِّ شَرٍّ فَأَصْبَحْنَا مِنْهَا وَأَمْسَيْنَا بِكُلِّ خَيْرٍ فَنَسْأَلُكَ تَمَامَهَا وَشُكْرَهَا لَا خَيْرَ إِلَّا خَيْرُكَ وَلَا إِلَهَ غَيْرُكَ إِلَهَ الصَّالِحِينَ وَرَبَّ الْعَالَمِينَ الْحَمْدُ لِلهِ وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ مَا شَاءَ اللهُ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيمَا رَزَقْتَنَا وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. [رواه مالك]

Artinya: “Dan telah menceritakan kepadaku dari Malik dari Hisyam bin ‘Urwah dari ‘Urwah bahwasanya ia selamanya tidak diberikan kepadanya makanan atau minuman sampai obat yang dimakan atau diminumnya kecuali ia mengucapkan (segala puji bagi Allah  yang telah memberikan kepada kami dan memberikan kami makan dan minum dan telah memberikan kami nikmat…..”Ya Allah, berkahilah kami pada apa-apa yang telah Engkau rizkikan (anugerahkan) kepada kami dan jauhilah kami dari siksa apai neraka.” [HR. Malik]

Dalam kitab jami’ al-ushûl min ahâdits al-Rasûl, dijelaskan bahwa hadis tersebut diriwayatkan oleh imam Malik dalam kitab Muwattha’ dari Hisyam dari ‘Urwah secara mauquf (hanya sampai pada rawi yang bernama ‘Urwah), dan sama  sekali tidak menyebutkan dari salah seorang sahabat dan tidak pula dari Nabi saw. Dari penjelasan ini, tampak jelas bahwa otentitas hadis tersebut sangat diragukan dan tidak dapat dipastikan berasal dari Nabi saw.
Setelah memperhatikan penjelasan tentang doa sebelum makan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa matan hadis yang bapak tanyakan tersebut memiliki kualitas yang sangat lemah.  Maka untuk menyikapi hal tersebut, sepatutnya seseorang beralih dari suatu yang lemah menuju yang terkuat, dari suatu yang diperselisihkan kualitasnya menuju sesuatu yang tidak diperselisihkan (al-khuruj min al-khilaf mustahabbun: keluar dari suatu yang diperselisihkan sangat dicintai/diutamakan). Adapun alternatif doa sebelum makan berdasarkan dalil yang terkuat dan jelas keshahihannya, sebagaimana yang diriwayatkan oleh imam al-Bukhari dan Muslim berikut ini:

عَنْ عُمَرَ بْنَ أَبِي سَلَمَةَ يَقُولُ كُنْتُ غُلَامًا فِي حَجْرِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَتْ يَدِي تَطِيشُ فِي الصَّحْفَةِ فَقَالَ لِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا غُلَامُ سَمِّ اللهَ وَكُلْ بِيَمِينِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ فَمَا زَالَتْ تِلْكَ طِعْمَتِي بَعْدُ. [رواه البخاري]

Artinya: "Diriwayatkan dari Umar bin Abu Salamah berkata; Waktu aku masih kecil dan berada di bawah asuhan Rasulullah saw, tanganku bersileweran di nampan saat makan. Lalu Rasulullah saw bersabda kepadaku: "Wahai Ghulam, bacalah Bismilllah, makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah makanan yang ada di hadapanmu." Maka seperti itulah gaya makanku setelah itu.” [HR. al-Bukhari]

Hadis ini diriwayatkan oleh imam al-Bukhari dalam kitab al-Ath’imah nomor 4957, imam Muslim bab al-asyribah nomor 3767, Abu dawud nomor 3284, Ibnu Majah nomor 3258, imam Ahmad bab awwalu al-Madaniyin ajma’in nomor 15745, imam Malik dalam kitab Muwattha’-nya hadis nomor 1463, dan al-Darimy nomor 1934. Hadis tersebut menjelaskan bahwa jika seseorang ingin makan hendaknya menggunakan tangan kanan seraya membaca basmalah, lalu mengambil makanan dari hidangan yang terdekat dengan dirinya. Adapun bacaan basmalah tersebut, bisa cukup dengan ucapan “bismillah” (بسم الله) atau bacaan yang lebih lengkap, yaitu;bismillahirrahmanirrahim” (بسم الله الرحمن الرحيم).
Apabila seseorang lupa membaca “basmalah” sebelum makan, maka ia dapat membacanya pada saat ia ingat di waktu makan. Sebagaimana sabda Rasulullah saw:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَذْكُرْ اسْمَ اللهِ تَعَالَى فَإِنْ نَسِيَ أَنْ يَذْكُرَ اسْمَ اللهِ تَعَالَى فِي أَوَّلِهِ فَلْيَقُلْ بِسْمِ اللهِ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ.
[رواه أبو داود]

Artinya: “Diriwayatkan dari ‘Aisyah ra., bahwasanya Rasulullah saw bersabda: Apabila salah seorang diantara kalian makan maka ucapkanlah nama Allah Ta’ala, jika lupa membacanya pada permulaan makan, maka bacalah (saat teringat), ‘Bismillah awwalahu wa âkhirahu’ (Bismillah (untuk) awal dan akhirnya)” [HR. Abu Dawud]

Hadis ini diriwayatkan oleh imam Abu Dawud dalam kitab al-Ath’imah, bab al-tasmiyah ‘ala al-tha’am nomor 3257, al-Tirmidzi, bab al-ath’imah ‘an Rasulillah nomor 1781, ibnu Majah bab al-ath’imah nomor 3255, Ahmad bab baqi musnad al-Anshar nomor 23954, dan al-Darimi bab al-ath’imah nomor 1935. Hadis ini termasuk hadis shahih, dan masing-masing jalur saling menguatkan antara satu dengan lainnya.

b. Doa Sesudah Makan
Dalam hadis riwayat Abu Dawud, al-Tirmidzi dan Ibn Majah dari Abu Said al-Khudri jelaskan tentang doa setelah makan sebagai berikut:

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ أَبِي هَاشِمٍ الْوَاسِطِيِّ عَنْ إِسْمَعِيلَ بْنِ رَبَاحٍ عَنْ أَبِيهِ أَوْ غَيْرِهِ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا فَرَغَ مِنْ طَعَامِهِ قَالَ الْحَمْدُ لِلهِ الَّذِي أَطْعَمَنَا وَسَقَانَا وَجَعَلَنَا مُسْلِمِينَ. [رواه أبوداود]

Artinya: “… dari Abi Sa’id al-Khudri ra., bahwasanya Nabi saw apabila selesai dari makan, (beliau) mengucapkan; segala puji bagi Allah yang telah memberikan kami makan dan memberikan kami minum, dan menjadikan kami orang-orang Islam.” [HR. Abu Dawud]

حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ الْأَشَجُّ حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ غِيَاثٍ وَأَبُو خَالِدٍ الْأَحْمَرُ عَنْ حَجَّاجِ بْنِ أَرْطَاةَ عَنْ رِيَاحِ بْنِ عَبِيدَةَ قَالَ حَفْصٌ عَنْ ابْنِ أَخِي أَبِي سَعِيدٍ و قَالَ أَبُو خَالِدٍ عَنْ مَوْلًى لِأَبِي سَعِيدٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَكَلَ أَوْ شَرِبَ قَالَ الْحَمْدُ لِلهِ الَّذِي أَطْعَمَنَا وَسَقَانَا وَجَعَلَنَا مُسْلِمِينَ. [رواه الترميذي]

Artinya: “…Adalah Nabi saw apabila beliau makan atau minum, (beliau) mengucapkan; segala puji bagi Allah yang telah memberikan kami makan dan memberikan kami minum, dan menjadikan kami orang-orang Islam.” [HR. Tirmidzi]

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا أَبُو خَالِدٍ الْأَحْمَرُ عَنْ حَجَّاجٍ عَنْ رِيَاحِ بْنِ عَبِيدَةَ عَنْ مَوْلًى لِأَبِي سَعِيدٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَكَلَ طَعَامًا قَالَ الْحَمْدُ لِلهِ الَّذِي أَطْعَمَنَا وَسَقَانَا وَجَعَلَنَا مُسْلِمِينَ. [رواه ابن ماجه]

Artinya: “…Adalah Nabi saw apabila memakan makanan, (beliau) mengucapkan; segala puji bagi Allah yang telah memberikan kami makan dan memberikan kami minum, dan menjadikan kami orang-orang Islam.” [HR. Abu Dawud]

Dalam sanad hadis pertama terdapat rawi yang bernama Isma’il bin abi Rabah yang dikomentari oleh Ali bin al-Madiny dan al-Dzahabi dengan kata saya tidak kenal/ majhul (lâ a’rifuhu, majhûl), dan rawi yang tidak jelas (mubham) identitasnya. Sedangkan dalam sanad hadis kedua terdapat dua orang rawi yang dituduh mudallis (melakukan rekayasa dengan cara menyembunyikan kecacatan hadis dan menggantinya dengan rawi yang kuat), ada rawi yang tidak dikenal (majhûl) dan tidak jelas identitasnya (mubham), serta rawi yang dikomentari dengan kata laisa bihujjah (tidak dapat dijadikan hujjah). Begitu pula dengan sanad hadis ketiga, dalam sanadnya terdapat rawi bernama Abu Khalid al-Ahmar yang dikomentari dengan kalimat laisa bihujjah, rawi bernama Hajjaj dikomentari sebagai rawi yang mudallis, serta ada pula rawi yang samar atau tidak jelas identitasnya (mubham).

Dengan demikian, ketiga hadis tentang doa setelah makan dengan redaksi tersebut di atas seluruhnya termasuk kategori hadis lemah (dha’if) yang bersumber dari sahabat yang sama, serta kedha’ifannya cukup berat (karena ada beberapa rawi yang tidak dikenal identitasnya) sehingga tidak dapat saling menguatkan antara satu dengan lainnya.

Dengan semangat yang sama sebagaimana dijelaskan di atas, maka alternatif bacaan doa setelah makan yang memiliki dasar yang kuat dan sharih (jelas) adalah sebagaimana diriwayatkan oleh imam al-Bukhari, sebagai berikut:

حَدَّثَنَا أَبُو عَاصِمٍ عَنْ ثَوْرِ بْنِ يَزِيدَ عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا فَرَغَ مِنْ طَعَامِهِ وَقَالَ مَرَّةً إِذَا رَفَعَ مَائِدَتَهُ قَالَ الْحَمْدُ لِلهِ الَّذِي كَفَانَا وَأَرْوَانَا غَيْرَ مَكْفِيٍّ وَلَا مَكْفُورٍ وَقَالَ مَرَّةً الْحَمْدُ لِلهِ رَبِّنَا غَيْرَ مَكْفِيٍّ وَلَا مُوَدَّعٍ وَلَا مُسْتَغْنًى رَبَّنَا. [رواه البخاري]

Artinya: “….dari Abu Umamah bahwa Nabi saw jika selesai dari makan, sekali waktu dengan lafadz, jika mengangkat lambungnya, beliau mengucapkan: Segala puji hanya milik Allah yang telah memberi kecukupan kami dan menghilangkan rasa haus, bukan nikmat yang tidak dianggap dan tidak diingkari)', dan sekali waktu beliau mengucapkan;  Segala puji hanya milik Allah  tuhan kami, bukan pujian yang tidak dianggap dan tidak dibutuhkan oleh tuhan kami." [HR. al-Bukhari]

Atau dengan mengucapkan:

حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ ثَوْرٍ عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا رَفَعَ مَائِدَتَهُ قَالَ الْحَمْدُ لِلهِ  (حَمْدًا)كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ غَيْرَ مَكْفِيٍّ وَلَا مُوَدَّعٍ وَلَا مُسْتَغْنًى عَنْهُ رَبَّنَا . [رواه البخاري والجماعة]

Artinya: “… dari Abu Umamah; bahwasanya Nabi saw apabila mengangkat bejananya (selesai makan) beliau mengucapkan: Segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak, yang baik, lagi penuh berkah. Tidak ada memberi kecukupan, pemberi simpanan dan pemberi kekayaan atas makanan itu selain Engkau wahai Tuhan kami”. [HR. al-Bukhari]

Atau cukup dengan hanya membaca Alhamdulillah. Sebagaimana hadis riwayat Muslim dari Anas bin Malik ra.:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللهَ لَيَرْضَى عَنْ الْعَبْدِ أَنْ يَأْكُلَ الْأَكْلَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا أَوْ يَشْرَبَ الشَّرْبَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا. [رواه مسلم]

Artinya: “Dari Anas bin Malik berkata; Rasulullah saw bersabda: Sesungguhnya Allah sangat ridha kepada seorang hamba yang makan satu suapan kemudian memuji-Nya dan minum satu teguk air, kemudian ia memuji-Nya”. [HR. Muslim]

Atau dapat pula dengan membaca doa lain sebagaimana diriwayatkan oleh imam al-Tirmidzi sebagai berikut:

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْمَعِيلَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ يَزِيدَ الْمُقْرِئُ حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي أَيُّوبَ حَدَّثَنِي أَبُو مَرْحُومٍ عَنْ سَهْلِ بْنِ مُعَاذِ بْنِ أَنَسٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ أَكَلَ طَعَامًا فَقَالَ الْحَمْدُ لِلهِ الَّذِي أَطْعَمَنِي هَذَا وَرَزَقَنِيهِ مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ مِنِّي وَلَا قُوَّةٍ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ وَأَبُو مَرْحُومٍ اسْمُهُ عَبْدُ الرَّحِيمِ بْنُ مَيْمُونٍ. [رواه الترميذي]

Artinya: “Diriwayatkan dari Muadz bin Anas ra., ia berkata; bahwa Rasulullah saw pernah bersabda: “Siapa saja yang makan suatu makanan kemudian mengucapkan: “Segala puji bagi Allah yang telah memberi makan kepadaku ini dan telah memberiku rezeki tersebut, tanpa usaha dan kekuatan dariku". Orang itu akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”. [HR. Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah dengan sanad hasan. Imam at-Tirmidzi menjelaskan bahwa Abu Marhum nama sebenarnya adalah Abdurrahim bin Maimun)]

Hadis yang diriwayatkan oleh imam al-Tirmidzi tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif bacaan doa setelah makan. Sekalipun hadis tersebut tidak termasuk hadis shahih, namun hadis tersebut termasuk hadis hasan sebagaimana dijelaskan oleh imam al-Tirmidzi, dan hadis hasan termasuk hadis yang maqbul (sunnah maqbulah).
Sedangkan untuk menyikapi kegelisahan bapak, karena doa sebelum dan sesudah makan yang diajarkan di sekolah tempat bapak mengajar bersumber dari hadis-hadis lemah (dha’if), maka perlu dijelaskan sebagai berikut:
Dalam doa-doa tertentu seperti doasebelum dan sesudah makan,  doa sebelum dan sesudah tidur, doa masuk dan keluar kamar kecil, serta beberapa jenis doa tertentu lainnya memang telah diajarkan dan dicontohkan oleh Rasulullah saw. Maka tentunya contoh-contoh yang berasal dari Rasulullah saw dalam hadis sahihnya seharusnya diprioritaskan dan menjadi pilihan utama. Namun pada sisi lain terjadi perbedaan pendapat, apakah doa  pada umumnya termasuk ibadah mahdhah yang tata cara dan bacaannnya harus sama persis sebagaimana terdapat dalam ayat maupun hadis Nabi, ataukah tidak. Akibatnya banyak orang yang mengamalkan doa seperti yang dijelaskan di atas. Sedangkan faktor lainnya ialah karena sebagian umat Islam tidak terlalu memperhatikan kualitas hadis yang diamalkan, apakah shahih, dhai’f  ataukan maudhu’ (palsu), serta beberapa faktor lainnya.
Namun karena persoalan ini sudah sangat umum dilakukan di lingkungan umat Islam (termasuk warga persyarikatan), maka seharusnya disikapi dengan lebih hati-hati dan bijaksana, sehingga tidak terjadi sesuatu yang kontra produktif. Bapak bisa menjelaskan posisi dan kualitas hadis sesuai dengan kaidah-kaidahnya secara tepat dan benar disertai dengan metode da’wah yang santun dan bijak. Memberikan solusi yang terkuat tanpa menghujat atau menyalahkan pihak lain yang masih menggunakannya.

Wallahu A’lam bish-shawab. *rf)



Pimpinan Pusat Muhammadiyah