Kewajiban Zakat Profesi Setelah Dipotong Pajak
Pertanyaan
Dari:
Bapak
Halim,
di Jakarta
(disidangkan
pada hari Jum’at, 29 Zulhijjah 1432 H / 25 November 2011 M)
Pertanyaan:
Yth Pengasuh Tanya Jawab Agama
As-salamu ‘alaikum
wr. wb.
Saya seorang pegawai yang rutin
menerima gaji setiap bulan. Setiap kali menerima gaji langsung dipotong pajak Pph 20%. Dengan
adanya pemotongan Pph tersebut apakah saya masih wajib membayar zakat, infak,
shadaqah?
Wassalam
Jawaban:
Wa ‘alaikumus-salam
wr. wb.
Terima kasih atas pertanyaan
saudara. Berikut
ini jawaban kami atas pertanyaan yang Bapak ajukan.
Kita
tahu memang ada banyak kesamaan antara pajak dengan zakat. Tetapi di antara keduanya tetap ada perbedaan
yang hakiki. Sehingga keduanya tidak bisa disamakan begitu saja.
Persamaan Zakat dengan Pajak:
- Keduanya bersifat wajib dan mengikat atas harta penduduk suatu negeri.
- Zakat dan pajak harus disetorkan pada lembaga resmi agar tercapai efisiensi penarikan keduanya dan alokasi penyalurannya.
- Ada kesamaan antara keduanya dari sisi tujuan yaitu untuk menyelesaikan problem ekonomi dan mengentaskan kemiskinan yang terdapat di masyarakat.
Namun
dengan semua kesamaan di atas, bukan berarti pajak bisa begitu saja disamakan
dengan zakat. Sebab antara keduanya, ternyata ada perbedaan-perbedaan
mendasar dan esensial. Sehingga menyamakan begitu saja antara keduanya, adalah
tindakan yang fatal.
Perbedaan antara Zakat dan Pajak:
1. Dari segi arti nama, zakat dalam bahasa Arab yang berasal
dari kata “زكى” berarti bersih, bertambah, dan berkembang. Menurut istilah,
seperti yang terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, zakat ialah jumlah
harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh orang yang beragama Islam dan
diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya (fakir miskin dan lain
sebagainya) menurut ketentuan syarak. Sedangkan pajak dalam hukum Islam
memiliki beberapa istilah, yakni al-Jizyah, al-Kharaaj, adh-Dhariibah, dan
al-‘Usyuriyah. Sedangkan pajak dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
memiliki arti pungutan wajib, biasanya berupa uang yang harus dibayar oleh
penduduk sebagai sumbangan wajib kepada negara atau pemerintah sehubungan
dengan pendapatan, pemilikan, harga beli barang, dan lain sebagainya.
2. Dari segi dasar hukum, zakat diwajibkan berdasarkan
al-Qur’an dan as-Sunnah.
Allah berfirman dalam QS. al-Baqarah
(2):43
وَأَقِيمُوا
الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ...
Artinya: “Dan
laksanakanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang yang
rukuk...”
[QS. al-Baqarah (2): 43]
Sebagaimana disebutkan pula dalam
QS. at-Taubah (9):103:
خُذْ
مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا...
Artinya:
“Ambillah zakat
dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka...” [QS. at-Taubah (9): 103]
Al-Bukhari meriwayatkan
dari Abu Hurairah:
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا فَلَمْ يُؤَدِّ زَكَاتَهُ
مُثِّلَ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ شُجَاعًا أَقْرَعَ لَهُ زَبِيبَتَانِ
يُطَوَّقُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثُمَّ يَأْخُذُ بِلِهْزِمَيْهِ يَعْنِي
شِدْقَيْهِ ثُمَّ يَقُولُ أَنَا مَالُكَ أَنَا كَنْزُكَ ثُمَّ تَلَا { وَلَا
يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ هُوَ
خَيْرًا لَهُمْ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَهُمْ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُوا بِهِ يَوْمَ
الْقِيَامَة } (رواه
البخارى(
Artinya:
“Diriwayatkan
dari Abu Hurairah ra,
ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Barangsiapa yang diberi kekayaan oleh
Allah lalu ia tidak menunaikan zakatnya maka pada hari kiamat nanti ia akan
didatangi oleh seekor ular jantan gundul yang sangat berbisa dan sangat
menakutkan dengan dua bintik di atas kedua matanya, lalu melilit dan mematuk lehernya sambil
berteriak; ‘Saya
adalah kekayaanmu yang kamu timbun dulu’.
Lalu Nabi saw membaca ayat: ‘Sekali-kali janganlah orang-orang yang
bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya
menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu
adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan
kelak di lehernya di hari kiamat’.” [HR. al-Bukhari dalam kitab Shahih al-Bukhari, bab Itsmu
Maani’i az-Zakaati hadits nomor 1315]
Adapun pajak ditentukan oleh undang-undang
suatu negara.
3. Motivasi pembayaran zakat ialah karena keimanan dan
ketakwaan kepada Allah, untuk ber-taqarrub kepada Allah, karena Allah
memerintahkan hamba-Nya yang memiliki kelebihan harta tertentu untuk membayar
zakat. Salah satunya adalah dalam QS. al-Baqarah (2): 267, Allah berfirman:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا
أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ
تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآخِذِيهِ إِلَّا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ وَاعْلَمُوا
أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ
Artinya: “Wahai
orang-orang yang beriman! Infakkanlah
sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami
keluarkan dari bumi untukmu. Janganlah kamu memilih yang buruk untuk kamu keluarkan,
padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata
(enggan) terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya, Maha Terpuji.” [QS. al-Baqarah (2): 267]
Sementara pajak dibayar atas dasar kewajiban
negara.
4. Dari segi nisab dan tarif, nisab zakat dan tarifnya ditentukan
oleh Allah dan bersifat mutlak sedangkan pajak ditentukan oleh negara dan
bersifat relatif. Nisab zakat memiliki ukuran tetap sedangkan pajak
berubah-ubah sesuai dengan neraca anggaran negara. Sebagai contoh, zakat
pertanian:
عَنْ
عمرو بن يحيى المازني عن أبيه قال سمعت أَبا سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قال قالَ رَسول
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْسَ فِيمَا دُونَ خَمْسِ ذَوْد صَدَقَةٌ
مِنْ الْإِبِلِ وَلَيْسَ فِيمَا دُونَ خَمْسِ أَوَاقٍ صَدَقَةٌ و لَيْسَ فِيمَا
دُونَ خَمْسَةِ أَوْسُقٍ صَدَقَةٌ (رواه البخارى(
Artinya: “Diriwayatkan dari ‘Amr bin Yahya al-Maziniy dari
ayahnya ia berkata aku mendengar Abu Sa’id al-Khudry berkata: Rasulullah SAW
bersabda: tidaklah wajib zakat pada yang kurang dari lima unta sampai tiga
puluh unta, dan tidak wajib pula zakat pada yang kurang dari lima uqiyah (200 dirham), dan tidaklah
wajib zakat pada yang kurang dari lima wasaq (653 kg).” [HR.
al-Bukhari dalam kitab Shahih al-Bukhari,
bab Zakat lil Wariqi hadits nomor 1355]
5. Zakat dikenakan pada harta yang produktif, artinya harta itu
memberikan keuntungan, pendapatan, keuntungan investasi, ataupun pemasukan.
Ataupun kekayaan itu berkembang sendiri yakni menghasilkan produksi. Hal ini
karena Nabi saw tidak mewajibkan zakat atas kekayaan yang dimiliki untuk
kepentingan pribadi.
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عن النَّبِيّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ ليْسَ عَلَى الْمُسْلِمِ صدقة في عبده و لا فِي فَرَسِهِ
(رواه البخارى(
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah
ra, ia berkata, Rasulullah saw bersabda: ‘Seorang
muslim tidak wajib mengeluarkan zakat dari kuda atau budaknya’.”
[HR. al-Bukhari dalam kitab Shahih al-Bukhari bab Laisa ‘alal-Muslimi fii ‘Abdihi
Shadaqatun hadits nomor 1371]
Sedangkan pajak dikenakan pada semua
harta.
6. Perhitungan besar zakat dipercayakan kepada pembayar zakat
dan dapat juga dengan bantuan lembaga amil zakat. Sedangkan perhitungan pajak
menggunakan jasa akuntan pajak.
7. Dari segi obyek dan alokasi penerima, zakat diberikan kepada
orang muslim dan ditetapkan untuk 8 golongan, sebagaimana firman Allah:
إِنَّمَا
الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا
وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ
اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Artinya: “Sesungguhnya
zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang
dilunakkan hatinya (mu'allaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk
(membebaskan) orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang
sedang dalam perjalanan, sebagai suatu kewajiban dari Allah. Allah Maha
Mengetahui, Maha Bijaksana.” [QS.
at-Taubah (9): 60]
Sedangkan pajak diberikan kepada semua
warga negara, untuk kepentingan pembangunan dan anggaran rutin.
Melihat beberapa perbedaan di
atas, jelaslah bahwa zakat tidak sama dengan pajak, sehingga pajak tidak dapat
menggantikan kewajiban zakat. Seseorang yang telah membayar pajak tidak berarti
kewajiban membayar zakatnya gugur. Begitu pula sebaliknya, jika seseorang telah
membayar zakat bukan berarti ia terbebas dari beban pajak.
Zakat penghasilan/gaji/profesi
yang diwajibkan untuk dizakati adalah apabila penghasilan selama 1 tahun (12
bulan) setelah dikurangi biaya hidup untuk diri dan keluarga yang masih menjadi
tanggungannya dan hutang (jika ia berhutang), mencapai harga 85 gram emas murni
(24 karat) dan besar zakatnya ialah 2,5 %. Dalam kasus yang Anda alami, maka
jika setiap kali penerimaan gaji ada potongan pajak, maka ini mempengaruhi
perhitungan zakat. Yakni sebelum dikeluarkan zakatnya, besar gaji dikurangi
pajak terlebih dahulu kemudian dikurangi kebutuhan primer selama setahun dan
hutang, baru kemudian dikeluarkan zakatnya, apabila kelebihan gaji selama
setahun tersebut mencapai nisab (harga 85 gram emas murni/24 karat). Hal ini karena
memang zakat diwajibkan pada harta yang kelebihan, sebagaimana firman Allah:
وَيَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ قُلِ
الْعَفْو...
Artinya:
“Dan mereka menanyakan kepadamu (tentang) apa yang (harus) mereka infakkan.
Katakanlah, "kelebihan (dari apa yang diperlukan) ..." [QS. al-Baqarah (2): 219]
Sebagai contoh:
- Nisab zakat = harga emas murni/ 24 karat 85 gram = Rp. 38.250.000,- (dengan asumsi harga emas murni/ 24 karat adalah Rp. 450.000,- /gram
- Gaji seorang pegawai Rp. 6.000.000,-/ bulan
- Setelah dipotong biaya dapur, biaya pendidikan, kesehatan, biaya listrik, hutang, dan kebutuhan pokok lainnya, ternyata masih tersisa Rp. 4.500.000,-.
- Kemudian dikurangi pajak 15 % tiap bulan (Rp. 900.000,-) sehingga tersisa Rp. 3.600.000,-
- Jika dikalkulasi dalam setahun pegawai tersebut mempunyai kelebihan harta sebesar Rp. 3.600.000,- x 12 bulan = Rp. 43.200.000,-, maka sudah mencapai nisab dan wajib mengeluarkan zakat
- Zakat yang dikeluarkan sebesar 2,5 % x Rp. 43.200.000,- = Rp. 1.080.000,- jika dikeluarkan pertahun, atau bisa juga dikeluarkan satu kali setiap bulan sejumlah 2,5 % x Rp. 3.600.000,- = Rp. 90.000,-.
Sedangkan infak dan shadaqah dalam al-Qur’an
ada yang berarti zakat. Al-Qur’an menyebutkan zakat dengan menggunakan lafadz “‘إنفاق” seperti dalam
QS. al-Baqarah (2): 267 sebagaimana tersebut terdahulu. Para
ulama menafsirkan kata “infak” dalam ayat ini adalah membayar zakat. Zakat
juga disebutkan dalam al-Qur’an dengan lafadz “صدقة”, sebagaimana
juga telah disebutkan terdahulu. Sehingga, makna infak dan
sedekah memiliki arti yang sama dengan zakat. Namun masyarakat biasanya menyebut
infak dan sedekah berbeda dengan zakat. Infak dan sedekah adalah sebuah pemberian
yang bersifat sunnah.
Infak
dan sedekah juga sama halnya dengan zakat dalam arti tidak bisa digantikan
dengan adanya pajak.
Oleh karena itu, kami menyimpulkan bahwa jika gaji Bapak setelah dikurangi
pajak dan kebutuhan sehari-hari dan hutang dalam setahun ternyata masih
memiliki kelebihan yang mencapai nisab, maka Bapak tetap dibebani kewajiban
zakat gaji/profesi dan masih dapat mengeluarkan infak dan sedekah meskipun
tidak bersifat wajib.
Sebagai penutup, perlu kami
sampaikan bahwa Muhammadiyah telah memiliki lembaga zakat tingkat nasional dan
telah resmi sesuai undang-undang yang berlaku di Indonesia, yaitu Lembaga Zakat
Muhammadiyah atau di singkat LAZISMU. Oleh karena itu, sebagai warga
Muhammadiyah kami sarankan agar membayarkan zakatnya melalui LAZISMU yang
jejaringnya telah ada di seluruh wilayah di Indonesia. Bahkan, dengan membayar zakat melalui
LAZISMU, dapat untuk mengurangi pajak yang wajib dibayarkan kepada negara.
Wallahu
a’lam
bish-shawab. putm-pi*)
Pimpinan Pusat Muhammadiyah
E-mail: tarjih_ppmuh@yahoo.com dan ppmuh_tarjih@yahoo.com