Do'a Sesudah Shalat Dhuha

 
Pertanyaan Dari:
Singgih Hardjanto, NBM. 1046367, Tuguran Potrobangsan Magelang
(disidangkan pada hari Jum’at, 20 Syakban 1432 H / 22 Juli 2011 M)


Pertanyaan:

Assalamu ‘alaikum Wr. Wb.
Redaksi SM/ Pengasuh rubrik Tanya Jawab yang terhormat, bagaimanakah kedudukan doa setelah Shalat dhuha, adakah dapat digunakan, atau lebih baik digunakan, karena ada pendapat haditsnya dhaif jiddan (Nashiruddin Albani). Ini berkenaan dengan profesi kami sebagai pendidik.
Atas jawaban yang diberikan kami sampaikan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.


Jawaban:

Wassalamua ‘alaikum Wr. Wb.
Terima kasih atas pertanyaan yang saudara ajukan. Semoga saudara dan murid-murid yang saudara didik senantiasa berada dalam lindungan dan rahmat dari Allah Swt. Kami mendoakan pula agar lembaga pendidikan yang saudara kelola senantiasa memiliki semangat untuk menanamkan nilai dan ajaran-ajaran agama bagi putra-putri yang dididiknya dan senantiasa memiliki komitmen untuk ber-fastabiqul khairat (berlomba-lomba dalam kebajikan), yakni dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Sebab, masa depan negeri dan umat ini sangat bergantung dengan kualitas pendidikannya, tak terkecuali pendidikan agama.

Mengenai doa sesudah shalat Dhuha, kami telah menelusuri kitab-kitab fikih dan kitab-kitab hadis, dan sepanjang penelusuran kami memang tidak ditemukan adanya hadis yang menerangkan atau mengajarkan lafal-lafal atau doa-doa tertentu setelah selesai menunaikan Shalat Dhuha. Demikian juga kami telah meneliti kitab hadis Nashiruddin Albani yang berisikan hadis-hadis daif versi beliau, yaitu kitab Silsilah al-Da‘ifah dan kitab-kitabnya yang lain. Tidak ditemukan hadis yang saudara maksudkan. Namun demikian, jika yang dimaksudkan adalah pendapat Albani tentang hadis Shalat Dhuha lainnya, memang terdapat sejumlah riwayat yang ia anggap daif jiddan (lemah sekali) atau bahkan maudu’ (palsu). Misalnya hadis yang menjelaskan bahwa “di surga ada satu pintu yang bernama pintu “ad-Dhuha” yang hanya bisa dimasuki oleh orang yang menjaga Shalat Dhuhanya” (Silsilah al-Da‘ifah, jilid I, hal 569).

Adapun doa dengan lafal “Inna Dhuha Dhuha-uka, wal-baha-u baha-uka, wal-jamalu jamaluka, wal-quwwatu quwwatuka, wal-qudratu qudratuka, wal-‘ushmatu ‘ushmatuka”, bukanlah doa yang berasal dari Nabi Muhammad saw, melainkan do’a yang dimunculkan pertama kali oleh ahli hukum (fuqaha), seperti oleh asy-Syarwani dalam Syarh Minhaj dan ad-Dimyati dalam I’anatut-Thalibin. Keduanya pun sesungguhnya tidak menyebut doa ini berasal dari Hadis Nabi Muhammad saw.
Dengan demikian, seorang yang selesai melaksanakan Shalat Dhuha, ia dapat melafalkan doa apa saja yang baik tanpa harus terikat dengan lafal yang dianggap berasal dari Rasulullah saw untuk Shalat Dhuha. Firman Allah dalam al-Qur’an:

فَإِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلاَةَ فَاذْكُرُوا اللهَ

Artinya: “Jika kamu telah menunaikan Shalat, maka berzikirlah (ingatlah) Allah” [QS. an-Nisa’ (4): 103]



يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللهَ ذِكْرًا كَثِيرًاِ . وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang.” [QS. al-Ahzab (33): 41-42]


Doa yang bisa digunakan dan diajarkan kepada peserta didik salah satunya misalnya adalah doa yang diajarkan oleh hadis berikut ini:

إِنَّ رَسُولَ اللهِ كَانَ يَتَعَوَّذُ بِهِنَّ دُبُرَ الصَّلاَةِ: اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْبُخْلِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْجُبْنِ، وَأَعُوذُ بِكَ أَنْ أُرَدَّ إِلَى أَرْذَلِ الْعُمُرِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الدُّنْيَا، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ . [رواه البخاري ومسلم وأحمد والنسائي واللفظ للنسائي]

Artinya: “Sesungguhnya Rasulullah berlindung (kepada Allah) dari lima hal setelah selesai Shalat. “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari sifat kikir, aku berlindung kepada Engkau dari sifat pengecut, aku berlindung kepada Engkau dari dikembalikan kepada umurnya yang paling hina (pikun), aku berlindung kepada Engkau dari fitnah dunia dan aku berlindung kepada Engkau dari azab kubur”.” [HR. al-Bukhari, Muslim, Ahmad dan an-Nasai, lafal dari an-Nasai].

Wallahu a’lam bish-shawab. *M-Rf)

Pimpinan Pusat Muhammadiyah