KARENA SAPI
PEJANTAN TIDAK DAPAT MEMBAJAK
Pertanyaan Dari:
Seorang jamaah masjid di Yogyakarta
(disidangkan pada hari Jum’at, 17
Zulhijjah1433 H / 2 November 2012)
Pertanyaan:
Orang tua saya
petani. Kebetulan saat ini punya sapi dua; betina dan jantan. Banyak tetangga
komentar pejantannya sangat baik. Dua sapi ini digunakan untuk membajak di
sawah. Namun tidak jarang saat pagi akan membajak sawah, datang seseorang
membawa sapi betina untuk dikawinkan. Ayah saya tahu masa birahi sapi terbatas
waktunya, maka harus segera dikawinkan. Lalu, beliau mengurungkan membajak ke
sawah karena sapi jantannya untuk melayani yang betina. Kadang-kadang ayah saya
diberi uang sekalipun tidak sebanding dengan hasil membajak. Pertanyaan saya:
- Bolehkah ayah saya menerima uang karena mengizinkan sapi pejantannya untuk memenuhi kepentingan sapi betina milik orang lain?
- Untuk tidak merugikan dalam pekerjaan, dapatkah ayah saya meminta uang ganti yang sebanding karena tidak dapat membajak?
- Apakah tidak sama dengan jual beli sperma binatang?
Jawaban:
Terima kasih atas
pertanyaan yang saudara ajukan. Sebelumnya perlu kami tegaskan terlebih dahulu,
karena ayah anda dan si pemilik sapi betina tidak pernah melakukan akad jual
beli, maka apa yang dilakukan ayah saudara dan si pemilik sapi betina itu
bukanlah akad jual beli. Oleh karenanya
masalah yang dihadapi ayah saudara itu tidak bisa disamakan dengan jual beli
sperma binatang.
Pada dasarnya
menerima suatu pemberian dari orang lain adalah hal yang dibolehkan, apapun
bentuknya asalkan tidak membahayakan orang lain. Termasuk dalam hal ini adalah
menerima uang yang diberikan seseorang karena ia merasa telah dibantu dan
sebagai ucapan terima kasih. Oleh karenanya, diperbolehkan bagi ayah saudara
untuk menerima uang yang diberikan tetangga anda tersebut.
Kemudian pertanyaan
saudara tentang bolehkah ayah saudara meminta uang ganti karena sapinya tidak
bisa membajak, perlu kiranya dijelaskan dahulu tentang prinsip-prinsip muamalah
yang ada dalam Islam. Paling tidak ada empat prinsip muamalah yang relevan
dengan pertanyaan saudara. Pertama, pada dasarnya segala macam bentuk
muamalah adalah mubah (boleh), kecuali yang ditentukan lain oleh al-Qur’an dan Sunnah Rasul
saw. Kedua, muamalah dilaksanakan atas dasar
sukarela, tanpa mengandung unsur paksaan. Ketiga, muamalah dilakukan
atas dasar pertimbangan mendatangkan manfaat dan menghindari madharat dalam
hidup bermasyarakat. Keempat, muamalah dilaksanakan dengan memelihara
nilai keadilan, menghindari unsur-unsur penganiayaan dan unsur-unsur
pengambilan kesempatan dalam kesempitan (Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum
Muamalat (Hukum Perdata Islam), hlm. 15-16).
Pertanyaan saudara
tersebut bila dilihat dari kacamata prinsip muamalah tidak melanggar sama
sekali, jika ayah anda dan si pemilik sapi betina memang telah sama-sama rela
dan setuju dengan apa yang disepakati sebelumnya serta yang paling penting
adalah tidak ada yang terzhalimi (dirugikan) satu sama lain. Bahkan dengan
adanya semacam uang ganti dari si pemilik sapi betina kepada ayah anda, ayah
anda bisa menggunakan uang tersebut - selain untuk memenuhi kehidupan
sehari-hari - untuk membeli makanan yang lebih bergizi sehingga kesehatan sapi
dapat terjaga.
Berdasarkan prinsip-prinsip muamalah di atas, dan mengingat
pula permintaan mengawinkan itu tidak berlangsung setiap hari yang dapat
menghambat pekerjaan membajak sekaligus menghambat income keluarga, Namun
tidak ada salahnya sekali waktu ayah saudara mau meminjamkan sapi jantannya
untuk mengawini sapi betina orang lain tanpa meminta uang ganti (karena sapi
itu memang tidak dipersiapkan untuk menjadi pejantan yang memerlukan
pemeliharaan dan pengawasan khusus oleh ahlinya). Dengan begitu ayah saudara insya Allah akan memperoleh
keutamaan seperti yang disebutkan dalam sebuah hadis
Rasulullah saw di bawah ini,
عَنْ أَبِي عَامِرٍ الْهَوْزِنِي عَنْ
أَبِي كَبْشَةَ الأَنْمَارِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ أَتَاهُ، فَقَالَ: أَطْرِقْنِي فَرَسَكَ
فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: مَنْ
أَطْرَقَ فَرَسًا فَعَقِبَ لَهُ الْفَرَسُ كاَنَ لَهُ كَأَجْرِ سَبْعِيْنَ فَرَساً
حُمِلَ عَلَيْهاَ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ وَإِنْ لَمْ تُعْقِبْ كاَنَ لَهُ كَأَجْرِ
فَرَسٍ حُمِلَ عَلَيْهِ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ. [رواه ابن حبان و صححه شعيب الأرنؤوط]
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Amir Al-Hauzini dari Abu Kabsyah
Al-Anmari ra, bahwa ia datang ke rumahnya (Abu Amir) lalu mengatakan: Pinjami
aku kuda pejantanmu untuk mengawini kuda betina milikku, karena sungguh aku
mendengar Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang meminjamkan kuda
pejantannya secara cuma-cuma, lalu kuda betina yang dibuahi itu berketurunan,
maka pemilik kuda jantan tersebut akan mendapatkan pahala tujuh puluh kuda yang
dijadikan sebagai binatang tunggangan di jalan Allah. Jika tidak berketurunan
maka pemilik kuda pejantan akan mendapatkan pahala seekor kuda yang digunakan
sebagai hewan tunggangan di jalan Allah”.” [HR Ibnu Hibban dan dishahihkan oleh Syu’aib al-Arnauth]
Demikan jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Pimpinan Pusat Muhammadiyah
E-mail: tarjih_ppmuh@yahoo.com dan ppmuh_tarjih@yahoo.com