Hukum Penghasilan dari Bengkel Rekanan Asuransi
Pertanyaan
Dari:
(disidangkan
pada hari Jum’at, 8 Rabiulawal 1432 H / 11 Februari 2011 M)
Pertanyaan:
As-Salamu ‘alaikum w. w.
Bapak/Ibu
yang terhormat. Saya memiliki beberapa masalah terkait dengan profesi yang saya
geluti. Namun sebelum mengemukakan beberapa pertanyaan tersebut, saya ingin
menjelaskan beberapa kasus sebagai berikut:
Kasus 1:
Ketika
ada mobil yang masuk bengkel dan akan klaim ke asuransi, dengan kerusakan panel
bumper depan dan spackboard depan kiri. Dengan asumsi pemilik mobil
datang langsung ke bengkel dan belum ke pihak asuransi, maka pihak bengkel
menerima mobil tersebut dengan surat tanda terima. Setelah pemilik mobil
meninggalkan mobilnya, pemilik bengkel melakukan aksi membaret body mobil
dengan pipa paralon yang dibuat sendiri. Setelah itu, sopir bengkel membawa
mobil tersebut untuk klaim ke pihak asuransi. Di sini terjadi penambahan panel
dari 2 panel menjadi 5 panel. Setelah itu pihak bengkel mengirimkan estimasi
kerusakan kendaraan tersebut ke pihak asuransi.
Kasus 2:
Pemilik
mobil membawa kendaraannya langsung ke pihak asuransi untuk klaim. Dari pihak
asuransi mencatat ada 6 panel yang rusak dan salah satu panel harus diganti.
Setelah itu mobil dibawa ke bengkel rekanan asuransi tersebut. Pihak bengkel
menerima 6 panel yang harus diperbaiki dan salah satu panel diganti. Setelah
itu pihak bengkel mengirimkan estimasi kerusakan kendaraan tersebut ke pihak
asuransi. Namun untuk panel yang diganti pihak bengkel tidak menggantinya melainkan
diperbaiki.
Kasus 3:
Pemilik
mobil memberitahukan kepada pihak asuransi bahwa kendaraannya hancur dan
mobilpun diberikan kepada bengkel. Mobil tersebut hancur dan banyak yang harus
diperbaiki. Ketika estimasi, banyak yang harus diganti tetapi pada kenyataannya
tidak diganti, lalu pihak bengkel mengirimkan estimasi kepada pihak asuransi.
Adapun langkah
kerjanya sebagai berikut:
Setelah
mobil diestimasi kerusakannya, maka pihak bengkel mengirimkan estimasi ke pihak
asuransi. Setelah disetujui oleh pihak asuransi terbitlah SPK (Surat Perintah
Kerja) perbaikan mobil dari pihak asuransi. Dalam proses perbaikan mobil di
bengkel, saya diharuskan memfoto panel yang diperbaiki yang sudah diepoxy
(proses setelah pendempulan pada panel mobil yang nanti akan dicat), maupun
yang diganti dengan yang baru. Karena banyak yang tidak diperbaiki dan diganti
terkadang saya suka membuat foto palsu epoxy ataupun foto palsu panel
yang diganti. Setelah selesai perbaikan mobil maka pihak bengkel mengirimkan
kwitansi beserta bukti otentik foto panel yang diperbaiki maupun diganti.
Yang menjadi
pertanyaan adalah:
Bagaimana
dengan penghasilan yang saya diterima, apakah haram ataukah halal? Adakah dalil
naqli dari semua itu? Saya ingin mengetahui dalil naqlinya mengenai pekerjaan
tersebut.
Demikianlah
pertanyaan dari saya, selama dua tahun menjadi ganjalan di hati saya.
Penghasilan saya tidak pernah digunakan untuk shadaqah dan zakat.
Karena saya masih ragu dengan penghasilan saya.
Jawaban:
Wa ‘alaikumus-salam w. w.
Terima
kasih atas pertanyaan yang disampaikan oleh saudara Ary. Namun sebelum menjawab
pertanyaan saudara, patut kiranya dikemukakan beberapa hal yang menyebabkan
kegelisahan yang dirasakan selama dua tahun belakangan ini.
Allah
swt telah memberikan kepada setiap manusia berupa qalbu (hati), yang
berfungsi sebagai mesin penggerak dan pemberi sinyal kepada pemiliknya. Pada
prinsipnya, hati manusia (qalbu) senantiasa condong untuk mengajak
pemiliknya kepada kebaikan, jika hati tersebut senantiasa dibingkai dalam
kefitrahannya. Namun sebaliknya, hati yang senantiasa dikotori dengan dosa dan
kemaksiatan, niscaya sinyal kebaikan yang dipancarkannya akan semakin
redup (qalbun maridl) dan bahkan
mati (qalbun mayyit). Oleh karena itu hati yang sehat dan bersih (qalbun
salim) pasti akan senantiasa memberikan bimbingan dan sinyal ke arah yang
baik dan positif. Hal ini karena pada fitrahnya, hati tidak mau diajak kompromi
untuk melakukan kesalahan dan dosa, sebagaimana dijelaskan dalam beberapa hadis
Nabi Muhammad saw, antara lain:
عَنْ وَابِصَةَ بْنِ مَعْبَدٍ الأَسَدِىِّ أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم- قَالَ لِوَابِصَةَ : جِئْتَ تَسْأَلُ عَنِ الْبِرِّ
وَالإِثْمِ ؟. قَالَ قُلْتُ : نَعَمْ. قَالَ : فَجَمَعَ أَصَابِعَهُ فَضَرَبَ بِهَا
صَدْرَهُ وَقَالَ: اسْتَفْتِ نَفْسَكَ ، اسْتَفْتِ قَلْبَكَ يَا وَابِصَةُ - ثَلاَثاً
- الْبِرُّ مَا اطْمَأَنَّتْ إِلَيْهِ النَّفْسُ وَاطْمَأَنَّ إِلَيْهِ الْقَلْبُ ،
وَالإِثْمُ مَا حَاكَ فِى النَّفْسِ وَتَرَدَّدَ فِى الصَّدْرِ وَإِنْ أَفْتَاكَ النَّاسُ
وَأَفْتَوْكَ. [رواه
الدرمي وأحمد]
Artinya: “Diriwayatkan dari Wabishah bin Ma’bad al-Asadi, bahwasanya
Rasulullah saw bersabda kepada Wabishah: Apakah engkau datang untuk bertanya
tentang kebaikan dan dosa? Wabishah menjawab: Ya. Lalu Rasulullah saw
menyatukan jari jemarinya lalu menepukkan ke dadanya dan bersabda: Tanya (minta
fatwa) pada dirimu, tanya hati kecilmu wahai Wabishah – sebanyak tiga kali;
kebaikan adalah sesuatu yang membuat dirimu dan hatimu menjadi tenang (mantap),
dan dosa adalah sesuatu yang membuat dirimu dan dadamu (hatimu) menjadi ragu,
sekalipun kamu bertanya kepada orang lain dan ia (berusaha) meyakinkanmu.” [HR. ad-Darimi dan Ahmad]
عَنِ النَّوَّاسِ
بْنِ سَمْعَانَ قَالَ سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَنِ الْبِرِّ وَالإِثْمِ
فَقَالَ الْبِرُّ حُسْنُ الْخُلُقِ والإِثْمُ مَا حَاكَ فِى نَفْسِكَ وَكَرِهْتَ أَنْ
يَعْلَمَهُ النَّاسُ. [رواه مسلم والنسائي والترميذي و أحمد]
Artinya: “Diriwayatkan dari
Nawwas bin Sam’an, ia
berkata: Saya bertanya
kepada Rasulullah saw tentang kebaikan dan dosa, lalu beliau bersabda: Kebaikan
adalah akhlak
yang baik dan dosa adalah sesuatu yang membuat dirimu ragu dan kamu tidak
suka jika diketahui oleh orang lain.” [HR. Muslim, an-Nasa’i, at-Tirmidzi dan
Ahmad]
Berdasarkan
hadis-hadis di atas, maka ganjalan dan perasaan tidak tenteram (was-was)
yang dirasakan oleh mas Ary merupakan sinyal positif yang dipancarkan oleh fitrah
hati untuk memberitahukan bahwa apa yang selama ini dilakukan adalah tidak baik
atau dosa, sekalipun hal
tersebut merupakan perintah atasan maupun berdasarkan inisitaif sendiri. Jika hal tersebut merupakan perintah
atasan yang secara kasat mata merupakan sebuah kesalahan, maka mas Ari tidak
sepatutnya untuk mentaati perintah tersebut. Namun jika hal tersebut merupakan
kebijakan yang harus dilaksanakan, maka mas Ary harus mempertimbangkan dan
mencari solusi pekerjaan yang halal dan baik.
Rasulullah
saw bersabda:
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ حَقٌّ مَا لَمْ يُؤْمَرْ بِالْمَعْصِيَةِ
فَإِذَا أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلَا سَمْعَ وَلَا طَاعَةَ. [رواه البخاري]
Artinya: “Diriwayatkan dari Ibnu
Umar ra, dari Nabi saw, beliau bersabda: Mendengarkan dan mentaati itu merupakan sebuah keharusan
(haq) selama tidak diperintahkan untuk melakukan kemaksiatan. Jika
diperintahkan untuk melakukan kemaksiatan, maka tidak wajib didengar dan
ditaati.” [HR. al-Bukhari]
عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ
فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ إِلَّا أَنْ يُؤْمَرَ بِمَعْصِيَةٍ فَإِنْ أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ
فَلَا سَمْعَ وَلَا طَاعَةَ. [رواه مسلم]
Artinya: “Diriwayatkan dari Ibnu
Umar ra, dari Nabi saw, beliau bersabda: Atas setiap orang muslim adalah mendengar dan mentaati
pada sesuatu yang ia sukai atau tidak ia sukai, kecuali jika ia diperintahkan
untuk melakukan kemaksiatan. Jika diperintahkan untuk melakukan kemaksiatan,
maka tidak wajib mendengar dan mentaatinya” [HR. Muslim]
Terkait
dengan kasus yang anda tanyakan, terdapat beberapa hal yang sangat menyimpang
dari norma (etika) bermu’amalah yang disyariatkan oleh Islam. Dalam
bermu’amalah seseorang harus tetap menjaga norma (hukum) agama, sehingga tidak
menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal (machiavelian) dalam
rangka meraup keuntungan materi sebanyak mungkin. Hal tersebut dapat
menyebabkan penghasilan yang didapatkan menjadi haram, karena didapatkan secara
batil. Firman Allah
swt:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آَمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ
تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ
بِكُمْ رَحِيمًا. وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ عُدْوَانًا وَظُلْمًا فَسَوْفَ نُصْلِيهِ
نَارًا وَكَانَ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرًا. [النساء، 4: 29-30]
Artinya: “Wahai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta di antara kamu
sekalian secara bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan
suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya
Allah adalah maha penyayang kepadamu. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan
melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka.
Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” [QS. an-Nisa’ (4): 29-30]
Mengkonsumsi
atau memperoleh harta secara batil, tentu memiliki dampak yang sangat luas baik
dalam dimensi agama maupun kehidupan sehari-hari (sosial). Dalam dimensi agama,
harta yang dimiliki akan ditanyakan sumber dan penggunaannya. Begitu pula
halnya, harta yang diperoleh dan dikonsumsi secara batil dapat menyebabkan
orangnya berdosa, darah dagingnya tumbuh dari barang yang haram, ibadah dan doanya
tidak diterima oleh Allah, yang
pada akhirnya menyebabkan pelakunya masuk neraka. Beberapa hadis berikut ini
cukup memberikan gambaran tentang hal-hal tersebut:
عَنْ
أَبِي بَرْزَةَ الْأَسْلَمِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى
يُسْأَلَ عَنْ عُمُرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَ فَعَلَ وَعَنْ
مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَ
أَبْلَاهُ. [رواه الترميذي، قَالَ
هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ]
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Barzah al-Aslami ia berkata; Rasulullah saw bersabda:
Tidak akan bisa melangkah kedua kaki seorang hamba pada hari kiamat sehingga ia
ditanya tentang umurnya untuk apa saja ia habiskan, ilmunya untuk apa saja ia
laksanakan, tentang hartanya dari mana ia peroleh dan untuk apa ia gunakan, dan
tentang tubuhnya untuk apa ia pergunakan.” [HR. at-Tirmidzi, dikatakan hadis ini hasan-shahih]
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا وَإِنَّ
اللَّهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ فَقَالَ يَا
أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنْ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا
تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ وَقَالَ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ
طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ
أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ
حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ
فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ. [رواه مسلم والترميذي وأحمد والدرمي]
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, ia berkata; Rasulullah saw
bersabda: Wahai manusia, sesungguhnya Allah itu baik dan tidak akan menerima
kecuali yang baik, dan sesungguhnya Allah memerintahkan orang beriman sesuai
dengan apa yang diperintahkan kepada setiap Rasul. Lalu Allah berfirman: Wahai para Rasul, makanlah dari
sesuatu yang baik dan berbuatlah yang baik, sesungguhnya Aku maha mengetahui
apa yang kamu sekalian kerjakan. Dan Allah berfirman; wahai orang-orang yang
beriman, makanlah dari sesuatu yang baik yang telah Kami berikan kepadamu, lalu
beliau menceritakan tentang seorang (laki-laki) yang melakukan perjalanan jauh,
terlihat kusut dan berdebu, ia mengangkat tangannya ke atas seraya berdoa; ya Rab…ya
Rab…, dan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan ditambah
lagi dengan mengkonsumsi barang yang haram, lalu mana mungkin do’anya akan
diterima.” [HR. Muslim]
Adapun jenis-jenis kebatilan yang terdapat dalam kasus
yang ditanyakan adalah sebagai berikut:
1.
Unsur
Penipuan (Gasyi/Gharar)
Dalam
Islam, kejujuran merupakan salah satu asas (pondasi) dalam melakukan setiap
aspek mu’amalah, baik dalam masalah jual-beli, kerjasama bisnis maupun lainnya.
Oleh sebab itu, al-Qur’an dan hadis Nabi saw sangat memerintahkan pentingnya
kejujuran dalam segala aspek kehidupan, sebagaimana dijelaskan dalam ayat dan
hadis berikut ini;
يَآيُّهَاالَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوا
اللهَ وَكُنُوا مَعَ الصَّادِقِيْنَ. [التوبة، 9: 119]
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah
kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang jujur”. (QS.
Al-Baqarah: 119)
عَنْ أَبِى سَعِيْدٍ عَنِ النَّبِيِّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: التَّاجِرُ الصَّدُوْقُ الأَمِيْنُ مَعَ
النَّبِيِّيْنَ وَلصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِ. [رواه الترمذى]
Artinya: “Diriwayatkan dari Abi
Sa’id, dari Nabi saw bersabda: Bisnisman (pengusaha) yang jujur dan terpercaya
bersama para Nabi, orang-orang yang jujur dan syuhada’”. [HR. at-Tirmidzi]
Dalam persoalan yang ditanyakan oleh saudara Ary, sarat
dengan penipuan terhadap pihak-pihak tertentu, antara lain pertama; berupa
melakukan aksi pembaretan body mobil, lalu membawa mobil tersebut ke pihak
asuransi untuk melakukan klaim asuransi, kedua; memberikan estimasi yang
tidak sesuai dengan realitas sesungguhnya, ketiga; sengaja menambah
kerusakan barang sehingga jumlah kerusakan menjadi semakin banyak (2 panel menjadi
5 panel), yang mengakibatkan biayanya semakin membengkak.
Terkait
dengan masalah ini, patut diperhatikan ayat al-Qur’an dan hadis Nabi saw
berikut ini:
وَيْلٌ لِلْمُطَفِّفِينَ. الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا
عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ. وَإِذَا كَالُوهُمْ أَوْ وَزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ. [المطففين،
83: 1-3]
Artinya: “Kecelakaan
besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang yang apabila menerima
takaran dari orang lain mereka meminta dipenuhi, dan apabila mereka menakar
atau menimbang untuk orang lain, merek mengurangi.” [QS. al-Muthaffifin (83): 1-3]
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ عَلَى صُبْرَةِ طَعَامٍ فَأَدْخَلَ
يَدَهُ فِيهَا فَنَالَتْ أَصَابِعُهُ بَلَلًا فَقَالَ مَا هَذَا يَا صَاحِبَ
الطَّعَامِ قَالَ أَصَابَتْهُ السَّمَاءُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أَفَلَا
جَعَلْتَهُ فَوْقَ الطَّعَامِ كَيْ يَرَاهُ النَّاسُ مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنِّي. [رواه
مسلم]
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu
Hurairah r.a., Rasulullah saw lewat pada setumpuk makanan, kemudian beliau
memasukkan tangannya ke dalam tumpukan makanan tersebut, maka jari-jari beliau
terkena makanan yang basah. Beliau bertanya; Apa ini wahai pemilik (penjual)
makanan? Ia menjawab: Terkena hujan, wahai Rasulullah. Beliau bersabda: Mengapa
kamu tidak menaruh yang basah ini di atas agar dapat dilihat orang? Barangsiapa
yang menipu, maka ia bukan golonganku”. [HR. Muslim]
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ حَمَلَ عَلَيْنَا السِّلَاحَ
فَلَيْسَ مِنَّا وَمَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا. [رواه مسلم]
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu
Hurairah ra, bahwasanya Rasulullah saw bersabda: barangsiapa yang memerangi
kami maka ia bukanlah golonganku dan barangsiapa yang menipu (kami) maka
bukanlah golongan kami.” [HR. Muslim]
Masih banyak lagi ayat al-Qur’an maupun hadis Nabi saw yang
menjelaskan tentang larangan melakukan penipuan dalam berbagai aspek
bermu’amalah.
2.
Kezaliman
(az-Zulm);
Sadar
atau tidak sadar, dalam kasus yang ditanyakan oleh saudara Ary sesungguhnya
terdapat unsur kezaliman yang dilakukan oleh pihak bengkel tempat mas Ary
bekerja. Kezaliman itu berupa penambahan beban yang sesungguhnya bukan bagian
dari tanggung jawab pihak asuransi. Dengan kata lain, pihak asuransi mestinya
membayar sesuai dengan jumlah kerusakan yang ada, namun biaya tersebut
membengkak karena adanya tambahan kerusakan yang sengaja direkayasa oleh pihak
bengkel. Semua ini merupakan bentuk-bentuk kezaliman yang dilakukan oleh pihak
bengkel. Padahal Allah swt dan Rasul-Nya sangat melarang dan membenci kezaliman
yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain, sebagaimana dijelaskan dalam
ayat dan hadis berikut ini:
فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوْا فَأْذَنُوْا
بِحَرْبٍ مِنَ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُؤُوْسُ
أَمْوَالِكُمْ لاَ تَظْلِمُوْنَ وَلاَ تُظْلَمُوْنَ. [البقرة، 2: 279]
Artinya: “Maka jika kamu tidak mengerjakan
(meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan
memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari mengambil riba), maka bagimu pokok
hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya”. [QS. al-Baqarah (2): 279]
…..إِنَّهُ لاَ يُفْلِحُ الظَّالِمُوْنَ. [القصص، 28: 37]
Artinya: “Sesungguhnya tidaklah akan mendapat
keberuntungan (bagi) orang-orang yang zalim.” [QS. al-Qashash (28): 37]
3.
Tidak
Amanah;
Pelanggaran
lain yang terjadi dalam kasus ini adalah; ketidakamanahan pihak bengkel
terhadap amanah yang diberikan oleh pihak lain yang menggunakan jasanya. Hal
tersebut bisa dilihat dalam kasus yang ditanyakan, yaitu; pelayanan yang
diberikan pihak bengkel tidak sesuai dengan aqad (transaksi) yang telah disepakati.
Mestinya mengganti panel namun tidak diganti sehingga kualitas barang pun tidak
sesuai dengan perjanjian awal, padahal biaya yang harus dibayar pihak asuransi
terhadap panel yang tidak diganti tersebut sama dengan harga panel baru. Oleh karena itu, tentu dalam
hal ini pemilik mobil juga ikut dirugikan oleh sikap bengkel yang tidak
menunaikan amanah yang telah disepakati sejak awal.
Padahal
amanah merupakan sesuatu yang
wajib ditunaikan oleh pihak yang menanggung amanah tersebut. Sedangkan orang
yang mengabaikan amanah dikategorikan sebagai orang yang bermentalitas munafik.
Sebagaimana dijelaskan dalam ayat dan hadis berikut ini:
إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ
إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ
اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا. [النساء،
4: 58]
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu sekalian
menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila
menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.
Sesungguhnya Allah memberi pelajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya
Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” [QS. an-Nisa’ (4): 58]
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَدِّ الْأَمَانَةَ إِلَى مَنْ
ائْتَمَنَكَ وَلَا تَخُنْ مَنْ خَانَكَ. [رواه أبو داود]
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, ia berkata; Rasulullah saw bersabda: Tunaikanlah amanah
kepada orang yang telah memberimu amanah dan janganlah kamu berkhianat terhadap
orang yang telah mengkhianatimu.” [HR. Abu Dawud]
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ آيَةُ الْمُنَافِقِ
ثَلَاثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ. [رواه
البخاري ومسلم]
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra., dari Nabi saw, beliau bersabda: Tanda orang munafik
ada tiga, apabila berbicara ia dusta, apabila berjanji ia mengingkari, dan
apabila dipercaya ia khianat.” [HR. al-Bukhari dan Muslim]
عَنْ ابْنِ عُمَرَ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ عَزَّ
وَجَلَّ إِذَا أَرَادَ أَنْ يُهْلِكَ عَبْدًا نَزَعَ مِنْهُ الْحَيَاءَ فَإِذَا
نَزَعَ مِنْهُ الْحَيَاءَ لَمْ تَلْقَهُ إِلَّا مَقِيتًا مُمَقَّتًا فَإِذَا لَمْ
تَلْقَهُ إِلَّا مَقِيتًا مُمَقَّتًا نُزِعَتْ مِنْهُ الْأَمَانَةُ فَإِذَا
نُزِعَتْ مِنْهُ الْأَمَانَةُ لَمْ تَلْقَهُ إِلَّا خَائِنًا مُخَوَّنًا فَإِذَا
لَمْ تَلْقَهُ إِلَّا خَائِنًا مُخَوَّنًا نُزِعَتْ مِنْهُ الرَّحْمَةُ فَإِذَا
نُزِعَتْ مِنْهُ الرَّحْمَةُ لَمْ تَلْقَهُ إِلَّا رَجِيمًا مُلَعَّنًا فَإِذَا
لَمْ تَلْقَهُ إِلَّا رَجِيمًا مُلَعَّنًا نُزِعَتْ مِنْهُ رِبْقَةُ الْإِسْلَامِ.
[رواه إبن ماجة]
Artinya: “Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra, bahwasanya Nabi saw bersabda: Sesungguhnya Allah swt
apabila menginginkan untuk membinasakan seorang hamba, maka Allah mencabut dari
dirinya rasa malu, dan apabila rasa malu itu telah tercabut dari dirinya, maka
ia tidak akan menemukan sesuatu kecuali kebencian. Maka apabila ia tidak
menemukan sesuatu kecuali kebencian, dicabutlah dari dirinya sifat amanah. Apabila
sifat amanah telah tercabut dari dirinya, maka ia tidak menemukan sesuatu
kecuali pengkhianatan. Apabila tidak dijumpai kecuali pengkhianatan, dicabutlah
dari dirinya rasa sayang. Maka apabila rasa sayang telah tercabut dari dirinya,
ia tidak akan menemukan sesuatu kecuali kebengisan dan pelaknatan. Apabila ia
tidak menemukan sesuatu kecuali kebengisan dan pelaknatan – dicabutlah dari
dirinya ikatan Islam.” [HR. Ibnu Majah]
عَنْ أَنَسِ بْنِ
مَالِكٍ قَالَ مَا خَطَبَنَا نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
إِلَّا قَالَ لَا إِيمَانَ لِمَنْ لَا أَمَانَةَ لَهُ وَلَا دِينَ لِمَنْ لَا
عَهْدَ لَهُ. [رواه أحمد]
Artinya: “Diriwayatkan dari Anas bin Malik, ia berkata; tidaklah Nabi saw
berkhutbah di hadapan kami kecuali beliau bersabda: Tidaklah beriman orang yang
tidak amanah, dan tidaklah beragama orang yang tidak memiliki perjanjian.” [HR. Ahmad]
Masih
banyak
lagi jenis kebatilan yang terdapat dalam kasus tersebut, seperti penyalahgunaan
hak (ta’assuf), membahayakan pihak lain (dharar) dan lain sebagainya.
Jika disimpulkan, maka bisnis yang dijalankan dalam bengkel tempat anda bekerja
penuh dengan ketidakjujuran dan dilarang oleh agama. Oleh sebab itu, dengan
mengacu pada beberapa pelanggaran terhadap etika bermu’amalah dalam perspektif al-Qur’an dan hadis Nabi saw di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa kebijakan yang ditempuh oleh pemilik maupun pekerja
bengkel untuk meraup keuntungan, dilakukan dengan cara yang tidak halal (batil).
Oleh karena itu
secara otomatis hasil yang didapatkanpun juga tidak halal.
Namun
demikian, karena semua sudah terlanjur, maka seharusnya cara-cara semacam itu
tidak dilanjutkan lagi. Pemilik dan para pekerja yang mengetahui dan melakukan
tindakan tidak terpuji tersebut harus memohon ampun kepada Allah swt, perbanyak
sadaqah, infak, zakat serta amal salih lainnya. Yang tidak kalah penting lagi, berusaha semaksimal
mungkin meminta maaf kepada pihak-pihak yang pernah dizalimi.
Wallahu
a’lam. *rf)
Tim Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid
Pimpinan Pusat Muhammadiyah
E-mail: tarjih_ppmuh@yahoo.com dan ppmuh_tarjih@yahoo.com