Larangan Seputar Kuburan


Pertanyaan Dari:
Irfan M., S.Pd., Kore, Sanggar, Bima, NTB
(Disidangkan pada hari Jum’at, 16 Ramadan 1428 H / 28 September 2007 M)


Pertanyaan:
Assalaamu ’alaikum Wr. Wb.
1.  Apakah nama, tanggal lahir, tanggal wafat, dan doa-doa untuk mayit di sisi kuburnya termasuk larangan Rasulullah yang harus ditinggalkan?
2.  Apakah membina atau mengkeramik kubur termasuk atau tergolong mendirikan tembok-tembok di atas kubur sebagaimana yang dilarang oleh Rasulullah?
3.   Kalau kedua pertanyaan saya di atas termasuk larangan yang harus ditinggalkan, adakah dalil lain yang membolehkan dengan alasan sebagaimana yang saya maksudkan? (agar tidak mudah dibongkar, agar mudah diziarahi)
Wassalaamu ’alaikum Wr. Wb. 

Jawaban:
Sebelum menjawab pertanyaan saudara, kami kutipkan lebih dahulu hadits-hadits yang berkenaan dengan kubur:

عَنْ ثُمَامَةَ بْنَ شُفَيَّ قَالَ كُنَّا مَعَ فَضَالَةَ بْنِ عُبَيْدٍ بِأَرْضِ الرُّومِ بِرُوْدِسَ فَتُوُفِّيَ صَاحِبٌ لَنَا، فَأَمَرَ فَضَالَةَُ بْنُ عُبَيْدٍ بِقَبْرِهِ فَسُوِّيَ، ثُمَّ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْمُرُ بِتَسْوِيَتِهَا. [رواه مسلم: 92/968]

Artinya: Diriwayatkan dari Tsumamah bin Syufayya, ia berkata: Kami bersama Fadlalah bin 'Ubaid di Negeri Rum, di Rudisa, kemudian teman kami wafat. Lalu Fadlalah bin 'Ubaid menyuruh menguburnya dan meratakannya. Kemudian dia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw menyuruh supaya meratakannya. [HR. Muslim, hadits no. 92/968].

عَنْ جَابِرٍ قَالَ نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُجَصَّصَ اْلقَبْرُ وَأَنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهِ. [رواه مسلم: 94/970]

Artinya: Diriwayatkan dari Jabir, ia berkata: Rasulullah saw melarang memplester kubur, mendudukinya dan mendirikan bangunan di atasnya. [HR. Muslim, no. 94/970].

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَأَنْ يَجْلِسَنَّ أَحَدُكُمْ عَلَى جَمْرَةٍ فَتُحْرِقَ ثِيَابَهُ فَتَخْلُصَ إِلَى جِلْدِهِ خَيْرٌ مِنْ أَنْ يَجْلِسَ عَلَى قَبْرٍ. [رواه مسلم: 96/971]

Artinya: Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Seseorang duduk di atas bara api, hingga membakar bajunya dan mengelupas kulitnya adalah lebih baik daripada duduk di atas kubur. [HR. Muslim, no. 96/971].

Penjelasan
Hadits pertama, yang diriwayatkan oleh Tsumamah, memerintahkan agar semua kubur diratakan dengan tanah, tidak boleh lebih tinggi dari tanah di sekitarnya. Hadits kedua, yang diriwayatkan oleh Jabir, melarang memplester kubur, duduk di atasnya dan mendirikan bangunan di atasnya. Hadits ketiga menegaskan kembali larangan duduk di atas kubur dengan cara membandingkan, bahwa duduk di atas bara api lebih baik daripada duduk di atas kubur. Ini memberikan pengertian bahwa duduk di atas kubur dosanya sangat besar.

Di samping larangan mendirikan bangunan di atasnya, atau menambah tanah agar lebih tinggi, atau memplester kubur, juga dilarang menulis dengan tulisan apa saja di atas kubur, sebagaimana diungkapkan dalam suatu hadits:

عَنْ جَابِرٍ قَالَ نَهَى رَسُولُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُبْنَى عَلَى اْلقَبْرِ أَوْ يُزَادَ عَلَيْهِ أَوْ يُجَصَّصَ، زَادَ سُلَيْمِانُ بْنُ مُوسَى أَوْ يُكْتَبَ عَلَيْهِ. [رواه النسآئى كتاب الجنائز جـ 4: 86].

Artinya: “Diriwayatkan dari Jabir, ia berkata: Rasulullah saw melarang dibangun suatu bangunan di atas kubur, atau ditambah tanahnya, atau diplester; Sulaiman ibn Musa menambah: Atau ditulis di atasnya.” [HR. an-Nasai, Kitab al-Jana'iz, Juz IV: 86].

Sebagian besar ulama, berpendapat bahwa larangan tersebut menunjukkan kepada tahrim (keharaman), dengan alasan untuk saddu az-zari'ah (menutup jalan perbuatan dosa), dan juga untuk menarik kemaslahatan dan menolak mafsadah (kerusukan aqidah).

Dilarang mendirikan bangunan, memplester dan meninggikan tanah, karena dikhawatirkan di masa yang akan datang, kubur tersebut dianggap mempunyai kekuatan, sehingga perlu dipuja-puja dan diberi sesaji dan mungkin juga dimintai pertolongan dan sebagainya, sebagaimana terjadi umat dahulu yang menyembah berhala-berhala.

Sebenarnya, nenek moyang mereka hanya berniat untuk peringatan saja, lalu mendirikan patung-patung. Tetapi cucu-cucunya, tidak mengerti tujuan yang sebenarnya, lalu mereka mengagung-agungkan dan menyembahnya. Karena itulah sebaiknya meninggalkan larangan-larangan tersebut, sebab kami tidak menemukan satu hadits pun yang memberikan jalan atau memperbolehkan membangun bangunan di atas kubur, memplester, atau meninggikan kubur.

Wallaahu a’lam bish-shawab. *sd)

Tim Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid
Pimpinan Pusat Muhammadiyah