Batas-Batas Kesenian

BATAS-BATAS KESENIAN

Penanya:
Agus Arif Susilo,
SMP Muhammadiyah Kebumen 54473


Pertanyaan:

Kesenian menurut kolom fatwa SM sangat dibatasi. Saya sebagai guru kesenian di SMP Muhammadiyah bagaimana seharusnya menyikapi hal ini? Artinya, sejauh mana kesenian yang boleh diajarkan?


Jawaban:

Sebelum sampai kepada jawaban inti, perlu saudara ketahui bahwa dalam kolom fatwa tidak ada penyempitan soal kesenian. Kalau ada orang yang bertanya tentang soal kesenian akan dijawab sebagaimana mestinya. Sudah barang tentu jawaban dalam rubrik Fatwa Agama di SM tidak panjang lebar seperti uraian dalam buku yang khusus menerangkan soal kesenian karena kolomnya terbatas. Perlu pula kami informasikan kepada saudara, sudah ada satu buku yang dikeluarkan oleh Majelis Kebudayaan Muhammadiyah Universitas Ahmad Dahlan dan Lembaga Litbang PP Muhammadiyah, tentang kesenian dan sudah dicetak dengan baik, berjudul “Islam dan Kesenian”. Tolong saudara berhubungan dengan Toko Buku SM di Yogyakarta, untuk menjadi bahan saudara mengajar. Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam juga telah memutuskan masalah “Kebudayaan dan Kesenian dalam Perspektif Islam” pada Munas Tarjih ke-22 di Malang, dan telah ditanfidz oleh PP Muhammadiyah serta dimuat dalam Berita Resmi Muhammadiyah No. 13/1995-2000, Syawwal 1420 H / Januari 2000 M.
Mengenai sejauh mana kesenian yang boleh diajarkan dapat kami jawab sebagai berikut:
Para ulama Islam telah membuat suatu ketetapan bahwa pada asalnya segala sesuatu itu boleh, berdasarkan firman Allah dalam QS. Al-Baqarah (2): 29:
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي اْلأَرْضِ جَمِيعًا... [البقرة {2}: 29].
Artinya: “Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu ...” [QS. al-Baqarah {2}: 29].
Tidak ada sesuatu yang diharamkan kecuali dengan nash yang shahih dan sharih (jelas) dari Kitab al-Qur’an atau Sunnah Rasulullah saw, atau ijma yang sah yang meyakinkan. Apabila tidak terdapat dalam tiga ketetapan itu, maka yang demikian tidak mempengaruhi kehalalannya dan tetaplah ia dalam batasan kemanfaatan yang luas. Allah berfirman:
... وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلَّا مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ... [الأنعام {6}: 119].
Artinya: “… padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya …” [QS. al-Anam {6}: 119].
Dan Rasulullah saw bersabda:
مَا أَحَلَّ اللهُ فِى كِتَابِهِ فَهُوَ حَلاَلٌ وَمَا حَرَّمَ فَهُوَ حَرَامٌ وَمَا سَكَتَ عَنْهُ فَهُوَ عَفْوٌ... [رواه الحاكم عن أبي الدرداء وصححه وأخرجه البزار].
Artinya: “Apa yang dihalalkan Allah dalam kitab-Nya adalah halal, dan apa yang diharamkan-Nya adalah haram, dan apa yang didiamkan-Nya adalah dimaafkan …” [HR. al-Hakim dari Abu Darda’, dishahihkan dan ditakhrijkan oleh al-Bazzar].
إِنَّ اللهَ فَرَضَ فَرَائِضَ فَلاَ تُضِيْعُوْهَا وَحَدَّ حُدُوْدًا فَلاَ تَعْتَدُوْهَا وَسَكَتَ عَنْ أَشْيَاءٍ رَحْمَةً بِكُمْ غَيْرَ نِسْيَانٍ فَلاَ تَبْحَثُوْهَا. [رواه الدارقطنى].
Artinya: “Sesungguhnya Allah telah menentukan kewajiban-kewajiban, maka janganlah kamu menyia-nyiakannya, dan menetapkan batas-batas (larangan), maka janganlah kamu melanggarnya, dan Ia diamkan beberapa perkara sebagai rahmat buat kamu, bukan karena lupa, maka janganlah kamu mencari-carinya.” [HR. ad-Daruquthni].
Mengenai nash-nash yang dijadikan dalil oleh golongan yang mengharamkan kesenian seperti nyanyian, tarian, dan sejenisnya, adakalanya shahih tetapi tidak sharih (jelas), adakalanya sharih (jelas) tetapi tidak shahih. Selain itu tidak ada satu pun hadits yang marfu kepada Nabi saw yang patut menjadi dalil untuk mengharamkan, khususnya nyanyian. Masing-masing hadits itu dilemahkan baik oleh golongan ulama Dhahiri, Maliki, Hanbali, dan Syafii.
Sungguhpun demikian, harus diingat bahwa nyanyian-nyanyian atau tarian-tarian ataupun lukisan-lukisan harus yang sopan, mengandung pelajaran dan pendidikan, membawa pesan-pesan moral yang luhur, berpakaian sopan dan menutup aurat, serta tidak mengandung unsur syirik dan maksiat. Kalau semua unsur-unsur itu terpenuhi, maka nyanyian, tarian, dan lukisan itu hukumnya tetap mubah, artinya dibolehkan oleh syariat Islam. *th) 


 Tim Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid
Pimpinan Pusat Muhammadiyah