Lafadz Penutup Doa

LAFADZ PENUTUP DOA


Pertanyaan Dari:
H. Sukaemi, Mergangsan Kidul,
MG II/1311 Yogyakarta, telp. 0274-379737
(disidangkan pada Jum’at, 19 Rabiul Akhir 1429 H / 25 April 2008 M)


Pertanyaan:

Assalamu ’alaikum Wr. Wb.

1.      Kebanyakan dari umat Islam bahkan pemimpin umat Islam termasuk dari kalangan Muhammadiyah sendiri, dalam menutup atau mengakhiri bacaan doa dengan membaca surat ash-Shaffat ayat 180-182 yang berbunyi:
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ. وَسَلامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ. وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.
Saya telah membaca Tafsir al-Maraghi jilid 8 hal. 92-93 terdapat dua hadits yang berkaitan dengan penerapan lafadz dari ayat tersebut di atas:
1- وَ رَوَىْ الْبَغَوِيُّ عَنْ عَلِيٍّ كَرَّمَ الله ُوَجْهَهُ أنَّهُ قاَلَ: مَنْ أحَبَّ أنْ يُكْتَالَ بِالْمِكْيَالِ اْلأَوْفَى مِنَ اْلأَجْرِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَلْيَكُنْ آخِرَ كَلاَمِهِ فِيْ مَجْلِسِهِ: سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ. وَسَلامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ. وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.
Artinya: “Al-Bagawi meriwayatkan dari Ali ra, ia berkata: barang siapa yang ingin diberikan timbangannya dengan timbangan yang penuh dengan pahala pada hari kiamat maka hendaklan di akhir majlisnya ia mengucapkan: subhana rabbika rabbil ‘izzati ‘amma yashifuun wa salamun ‘alal mursalin wal hamdulullahi rabbil ‘alamin.”
2- و عَنْ أبِيْ سَعِيْدٍ الخُدْرِيِّ قاَلَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ الله ِصَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَ سَلَّمَ غَيْرَ مَرَّةٍ وَلاَ مَرَّتَيْنِ يَقُوْلُ فِي آخِرِ صَلاَتِهِ أوْ حِيْنٍ يَنْصَرِفُ سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Said al-Khudri, ia berkata: Saya mendengar Rasulullah tidak hanya sekali dan tidak pula dua kali di akhir doanya atau ketika ia berpaling mengucapkan: subhana rabbika rabbil ‘izzati ‘amma yashifuun wa salamun ‘alal mursalin wal hamdulullahi rabbil ‘alamin.”
Kemudian saya juga membaca buku dzikir dan doa Rasulullah sesudah shalat oleh Abu Amsaka, pustaka as-Sabil halaman 286, 287 dan 288. Di dalam buku tersebut disebutkan bahwa mengakhiri doa dengan lafadz ayat ash-Shaffat 180-182 bukan merupakan sunnah Rasulullah saw.
Adapun hadits dari Said al-Khudri tersebut di atas dinilai dlaif jiddan (sangat lemah) oleh Abu Usamah Salim Bin ‘Id al-Hilali dalam Shahih Kitabul Adzkar wa Dla’ifuhu, I/120. Demikian juga dalam hadits dari Ibnu Abbas dan hadits lainnya dengan lafadz ini dlaif.
2.      Menurut pemahaman saya, mengakhiri atau menutup doa dengan lafadz surat ash-Shaffat ayat 180-182 sebagaimana doa-doa khutbah yang dimuat dalam Suara Muhammadiyah no. 18 th. Ke-89, 16-30 September 2005, saya kutip dari akhir doa:
وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آَتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلآَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ، وَسَلامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ .
Artinya: “Ya Tuhan kami datangkanlah kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan peliharalah kami dari siksa neraka. Maha Suci Tuhanmu, Tuhan yang mempunyai keperkasaan dari apa yang mereka sifatkan/katakan. Dan kesejahteraan dilimpahkan atas para Rasul. Dan segala puji bagi Allah Tuhan seru sekalian alam.”
Dalam konteks bermuwajahah antara orang yang berdoa (mutakallimin) mengatakan kepada Allah yang dipanjatkan doa kepada-Nya (mukhathab) kalau begitu ada Tuhan di antara Tuhan yang Maha Suci. Ini dari segi makna ada unsur syiriknya, na’udzu billahi min dzalik. Sedang yang dimaksud dengan كَ (mu) dan رَبِّكَ di dalam ayat 180 QS. ash-Shaffat adalah Nabi Muhammad saw. Maka pertanyaannya: “Mengapa kita menyebut Muhammad (Tuhanmu-Muhammad) ketika kita sedang memohon langsung kepada Allah.” Lain halnya kalau kita membaca surat al-Qur’an setelah selesai membaca al-Fatihah dalam shalat. Misalnya surat al-A’laa, surat adl-Dluha dan lain-lain.
Kembali kepada permasalahan tentang menutup doa, menurut Nabi saw dalam hadits: الدُّعَاءُ هُوَ اْلعِبَادَةُ (doa adalah ibadah), dalam konteks ini adalah ibadah mahdlah, maka harus berdasarkan kepada nash yang shahih, tidak boleh hadits dlaif dijadikan hujjah dalam ibadah. Dan ternyata hadits dari Said al-Khudri adalah dlaif jiddan. Maka menutup doa dengan ayat 180-182 surat ash-Shaffat harus ditinggalkan dan kembali kepada kesepakatan ulama menutup doa dengan shalawat dan hamdalah saja.
3.      Bapak Kamiran Komar al-Haj ketika berdoa dalam upacara pelayatan Kepala Kandepag Bantul (Bapak Drs. H. Sya’roni) dengan lafadz:
سُبْحَانَكَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ. وَسَلامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ. وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِين.
Nah, lebih rancau lagi pengertian dhamir كَ dalam  سُبْحَانَكَ di sini, artinya: “Maha Suci Engkau Tuhan Engkau ...”

Mohon penjelasan, dan atas penjelasannya kami ucapkan terima kasih.

Wassalamu ’alaikum Wr. Wb.


Jawaban:

1.      Hadits-hadits Nabi saw telah banyak menjelaskan cara-cara yang seharusnya dilakukan oleh seorang Muslim baik dalam berdoa atau amalan-amalan lain yang dimaksudkan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Beliau juga telah menunjukkan jenis-jenis doa dan dzikir yang telah disyariatkan dan dianjurkan seperti halnya ibadah-ibadah lainnya. Termasuk pula lafadz-lafadz yang semestinya diucapkan seorang Muslim dalam berdzikir dan berdoa; di waktu subuh, petang, waktu shalat, masuk masjid, ketika tidur, hendak makan dan lain-lain telah dijelaskan oleh Rasulullah saw.
Yang disyariatkan bagi seorang Muslim adalah berdzikir kepada Allah dengan dzikir yang telah disyariatkan pula, dan berdoa dengan doa yang ma’tsur, karena dzikir dan doa adalah ibadah sedangkan ibadah dibangun atas dasar ittiba’ (mengikuti) Rasulullah. Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata:

“Tidak diragukan lagi, dzikir dan doa adalah termasuk salah satu ibadah yang afdhal, sedangkan ibadah dibangun atas dasar tawqif (sesuai tuntunan) dan ittiba’ (mengikuti tuntunan Nabi saw), tidak berdasarkan hawa-nafsu dan kemauan sendiri. Dzikir dan doa Nabi saw adalah dzikir dan doa yang seharusnya dipilih oleh orang yang hendak melakukannya. Orang yang menempuh jalan tersebut akan berada dalam keselamatan dan keamanan. Adapun dzikir yang lain ada yang diharamkan, dimakruhkan, ada pula yang termasuk kesyirikan yang bahkan banyak dilakukan oleh orang-orang.”

Beliau juga menambahkan bahwa dzikir dan doa adalah salah satu ibadah yang afdhal sedangkan ibadah dibangun atas dasar ittiba’ kepada Rasul, seseorang tidak diperbolehkan mengamalkan ibadah yang tidak disunahkan, dan menjadikannya sebagai kegiatan rutin, bahkan ini termasuk bid’ah dalam agama yang tidak diizinkan oleh Allah, berbeda dengan doa-doa (yang tidak terdapat dalam al-Qur’an dan sunnah-pen) yang sesekali diamalkan tanpa menjadikannya sebagai amalan sunnah.
Di dalam buku Tuntunan Dzikir dan Doa Menurut Putusan Tarjih Muhammadiyah terbitan Suara Muhammadiyah disebutkan, pada prinsipnya lafadz-lafadz doa yang dapat dan baik digunakan untuk berdoa adalah lafadz-lafadz doa yang terdapat dalam al-Qur’an dan Sunnah maqbulah. Ini kaitannya dengan berdoa sebagai salah satu bentuk ibadah. Kecuali untuk doa-doa tertentu yang tidak ditemukan dalam al-Qur’an atau sunnah maqbulah, maka boleh menggunakan lafadz dan bahasa yang lain.
Hadits-hadits yang berkenaan dengan perintah menutup doa dengan surat ash-Shaffat ayat 180-182 banyak terdapat di dalam Tafsir-Tafsir al-Qur’an di antaranya; Tafsir al-Maraghi, al-Qur’anul Adhim Ibnu Katsir, Aisarut-Tafasir, Tafsir al-Munir, Tafsir al-Baidhawi, Shafwatut Tafasir, dan kitab-kitab lainnya. Hadits-hadits tersebut antara lain:
1.  عَنْ عَلِيٍّ، رَضِيَ الله ُعَنْهُ، قاَلَ: مَنْ أحَبَّ أنْ يُكْتَالَ بِالْمِكْيَالِ اْلأوْفَى مِنَ اْلأَجْرِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَلْيَكُنْ آخِرَ كَلاَمِهِ فِيْ مَجْلِسِهِ: سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ. وَسَلامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ. وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.
Artinya: “Diriwayatkan dari Ali ra, ia berkata: Barangsiapa yang ingin diberikan timbangannya dengan timbangan yang penuh dengan pahala pada hari kiamat maka hendaklah di akhir majlisnya ia mengucapakan: subhana rabbika rabbil ‘izzati ‘amma yashifuun wa salamun ‘alal mursalin wal hamdulullahi rabbil ‘alamin.”
2.  عَنِ الشَّعْبِيِّ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُكْتَالَ بِالْمِكْيَالِ اْلأَوْفَى مِنَ اْلأَجْرِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَلْيَقُلْ آخِرَ مَجْلِسِهِ حِينَ يُرِيدُ أَنْ يَقُومَ: سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ، وَسَلامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.
Artinya: “Diriwayatkan dari asy-Sya’bi, ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Barangsiapa yang ingin diberikan timbangannya dengan timbangan yang penuh dengan pahala pada hari kiamat maka hendaklah di akhir majlisnya ketika hendak bangkit ia mengucapakan: subhana rabbika rabbil ‘izzati ‘amma yashifuun wa salamun ‘alal mursalin wal hamdulullahi rabbil ‘alamin.”
3.  و عَنْ أبِيْ سَعِيْدٍ الخُدْرِيِّ قاَلَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ الله ِصَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَ سَلَّمَ غَيْرَ مَرَّةٍ وَلاَ مَرَّتَيْنِ يَقُوْلُ فِي آخِرِ صَلاَتِهِ أوْ حِيْنٍ يَنْصَرِفُ سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Said al-Khudri, ia berkata: Saya mendengar Rasulullah tidak hanya sekali dan tidak pula dua kali di akhir doanya atau ketika ia berpaling mengucapkan: subhana rabbika rabbil ‘izzati ‘amma yashifuun wa salamun ‘alal mursalin wal hamdulullahi rabbil ‘alamin.”
4.  عَنْ أبِيْ سَعِيْدٍ رَضِيَ الله ُعَنْهُ عَنْ رَسُوْلِ الله ِصَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَ سَلَّمَ إنَّه ُإذَا أرَادَ أنْ يُسَلِّمَ قاَلَ: سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Sa’id ra dari Rasulullah saw, sesungguhnya beliau apabila hendak untuk bersalam mengucapkan: subhana rabbika rabbil ‘izzati ‘amma yashifuun wa salamun ‘alal mursalin wal hamdulullahi rabbil ‘alamin.”
5.  وَقَدْ رُوِىَ عَنِ النَّبِىِّ –صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُ كَانَ يَقُولُ بَعْدَ التَّسْلِيمِ « لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِى وَيُمِيتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ اللَّهُمَّ لاَ مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلاَ مُعْطِىَ لِمَا مَنَعْتَ وَلاَ يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ ». وَرُوِىَ عَنْهُ أَنَّهُ كَانَ يَقُولُ « سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ ».
Artinya: “Diriwayatkan dari Nabi saw, bahwa setelah salam beliau membaca: la ilaha illallah wahdahu laa syarikalah lahul-mulku wa lahul-hamdu yuhyi wa yumitu wahuwa ‘ala kulli syai’in qadir, allahumma la mani’a li ma a’taita wa la mu’thiya li ma mana’ta wa la yanfa’u dzal-jaddi minkal-jaddu, dan juga diriwayatkan dari Nabi saw, beliau membaca: subhana rabbika rabbil ‘izzati ‘amma yashifuun wa salamun ‘alal mursalin wal hamdulullahi rabbil ‘alamin.”
6.  عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ : قُلْنَا لِأَبِي سَعِيدٍ هَلْ حَفِظْتَ عَنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْئًا كَانَ يَقُولُهُ بَعْدَمَا سَلَّمَ: قَالَ نَعَمْ كَانَ يَقُولُ: سُبْحَانَ رَبِّك رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.
Artinya: Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata, kami berkata kepada Abu Sa’id: apakah engkau menghafal dari Rasulullah sesuatu yang beliau baca setelah salam. Abu sa’id berkata: tentu, Nabi membaca: subhana rabbika rabbil ‘izzati ‘amma yashifuun wa salamun ‘alal mursalin wal hamdulullahi rabbil ‘alamin.”
7.  عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ:كُنَّا نَعْرِفُ انْصِرَافَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، بِقَوْلِهِ: سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ، وَسَلامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.
Artinya: “Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata: Kami mengetahui bahwa Nabi berpaling dengan membaca: subhana rabbika rabbil ‘izzati ‘amma yashifuun wa salamun ‘alal mursalin wal hamdulullahi rabbil ‘alamin.”
8.  عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَبْدِ الْغَافِرِ- قاَلَ حَمَّادٌ: وَلاَ أعْلَمُهُ إلاَّ وَقَدْ رَفَعَهُ إلَى النَّبِيِّ – صلى الله عليه وسلم – أنَّهُ قاَلَ: "مَنْ قَالَ: سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، فَقَدْ اِكْتَالَ بِالْكَيْلِ اْلأَوْفَى".هَذَا إسْنَادٌ مُرْسَلٌ، رُوَّاتُهُ ثِقَاتٌ.
Artinya: “Diriwayatkan dari Uqbah bin Abdul Gafir-Hammad, ia berkata: Saya tidak mengetahui hadits ini kecuali sungguh marfu’ kepada Nabi-, ia berkata: Barangsiapa yang membaca subhana rabbika rabbil ‘izzati ‘amma yashifuun wa salamun ‘alal mursalin wal hamdulullahi rabbil ‘alamin, maka dia telah mendapatkan timbangan yang penuh dengan pahala.”
Hadits yang pertama diriwayatkan oleh Asbag bin Nubatah dari Ali ra. Abu Hatim mengatakan bahwa Asbag adalah perawi layyinul-hadits, Imam Nasai mengatakan matrukul-hadits, Daruqutni mengatakan munkarul-hadits, Ibnu Ma’in dan Ahmad bin Abdullah al-Ijli mengatakan tsiqah (kuat), selain itu juga terdapat Abu Hamzah ats-Tsimali sebagai perawi hadits adalah dla’if. Hadits yang kedua ditakhrij oleh Ibnu Abi Hatim dengan sanad yang mursal (perawi di akhir sanad setelah tabi’in terputus). Hadits yang ketiga di dalam sanadnya terdapat Abu  Harun al-‘Abdi. Yahya bin Ma’in mengatakan ia adalah pendusta, dan haditsnya tidak dapat dijadikan hujjah (dalil). Hadits yang keempat ditakhrij oleh al-Hafidz Abu Ya’la. Ibnu Katsir berkata isnad hadits terebut dla’if. Hadits yang kelima diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi dalam sunannya, Albani mengatakan hadits tersebut shahih. Hadits yang keenam diriwayatkan oleh al-Hafidz Abu Ya’la, dan semua perawi haditnya tsiqah, al-Haitsami di dalam kitab Majma’ az-Zawa’id juga mengatakan perawi haditsnya tsiqah. Hadits yang ketujuh diriwayatkan oleh ath-Thabrani, di dalam sanadnya terdapat Muhammad bin Abdullah  bin Ubaidillah bin Umair. Imam Bukhari mengatakan munkarul-hadits, sedangkan Imam Nasai mengatakan matrukul-hadits. Hadits yang kedelapan dari Uqbah bin Abdul Gafir, Hammad mengatakan: Saya tidak mengetahui hadits ini kecuali haditsnya marfu’ kepada Nabi Muhammad saw, sanad hadits tersebut mursal namun semua perawinya tsiqah.
Berdasarkan keterangan di atas, kami menyimpulkan bahwa menutup doa dengan akhir surat ash-Shaffat dapat diamalkan. Walaupun dalil haditsnya ada yang dlaif atau mursal, tetapi dapat dijadikan hujjah karena:
a.       Dikuatkan oleh hadits shahih. Seperti yang dikatakan Ali ash-Shabuni di dalam Kitab Mukhtashar Ibnu Katsir ketika mengomentari hadits dari Sa’id al-Khudri, beliau mengatakan bahwa hadits tersebut dikuatkan oleh hadits-hadits yang shahih.
b.      Secara makna tidak melanggar syari’at dan sesuai dengan perintah menutup doa dengan hamdalah, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah:
دَعْوَاهُمْ فِيهَا سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَتَحِيَّتُهُمْ فِيهَا سَلاَمٌ وَآَخِرُ دَعْوَاهُمْ أَنِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ. [يونس، 10:10]
Artinya:Do’a mereka di dalamnya ialah: “Subhanakallahumma, dan salam penghormatan mereka ialah: “Salam”. Dan penutup doa mereka ialah: “al-Hamdu Lillahi Rabbil ‘Alamin”. [QS. Yunus (10): 10]

2.      Selanjutnya, seperti yang saudara sebutkan الدُّعَاءُ هُوَ اْلعِبَادَةُ , yang maksudnya bahwa ketika kita berdoa atau menutup doa harus sesuai dengan apa yang telah dituntunkan oleh Rasulullah saw berdasarkan hadits-hadits yang shahih.
Dalam sebuah kaidah ushul disebutkan:
الأََصْلُ فِي اْلعِـبَادَةِ التَّوْقِيْفُ وَ اْلإِتِّـبَاعُ
Artinya: “Asal sebuah ibadah adalah harus menunggu perintah dan mengikuti apa yang telah diperintahkan.”
Oleh karena itu tidak perlu ditanyakan mengapa kita menyebut Muhammad (Tuhanmu-Muhammad) atau yang lebih ekstrim lagi mengapa Nabi saw menutup doanya dengan menyebut namanya sendiri. Karena itulah yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw, begitu pula di dalam bacaan shalawat juga terdapat kalimat yang memuat doa Nabi saw untuk dirinya sendiri ( اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ ), apakah lafadz ini akan kita pertanyakan juga?
Imam al-Bukhari, Muslim, at-Tirmizi, dan Abu Dawud serta para perawi yang lain meriwayatkan dari al-Bara’ bin ‘Azib ra., bahwa sahabat Nabi saw berkata: Rasulullah saw bersabda: Jika engkau akan berbaring tidur maka berwudhulah seperti halnya wudhumu ketika hendak shalat, kemudian berbaringlah pada sisi kanan tubuhmu lalu ucapkanlah:
اَللَّهُمَّ أَسْلَمْتُ نَفْسِي إِلَيْكَ وَوَجَّهْتُ وَجْهِي إِلَيْكَ وَفَوَّضْتُ أَمْرِي إِلَيْكَ وَأَلْجَأْتُ ظَهْرِي إِلَيْكَ رَغْبَةً وَرَهْبَةً إِلَيْكَ لاَ مَلْجَأَ وَلاَ مَنْجَا مِنْكَ إِلاَّ إِلَيْكَ آمَنْتُ بِكِتَابِكَ الَّذِي أَنْزَلْتَ وَبِنَبِيِّكَ الَّذِي أَرْسَلْتَ.
Artinya: “Ya Allah aku menyerahkan diriku kepada-Mu, aku menghadapkan wajahku kepada-Mu, aku serahkan semua urusanku kepada-Mu, aku menyandarkan punggungku kepada-Mu. Karena mengharap dan takut kepada-Mu. Sesungguhnya tidak ada tempat berlindung dan menyelamatkan diri dari (ancaman)-Mu kecuali kepada-Mu. Aku beriman kepada kitab yang Engkau turunkan dan kepada Nabi yang Engkau utus.”
Rasulullah saw bersabda: “Jika engkau mati di malammu maka engkau mati dalam keadaan suci, dan jika engkau bangun maka engkau telah mendapatkan pahala”.
Al-Bara’ berkata: Lalu aku mengulang-ulanginya di hadapan Nabi saw dan ketika aku sampai pada bacaan وَبِنَبِيِّكَ الَّذِي أَرْسَلْتَ aku membaca وَرَسُوْلِكَ الَّذِي أَرْسَلْتَ , maka Nabi saw menegurku; “Jangan dibaca demikian, tetapi bacalah وَبِنَبِيِّكَ الَّذِي أَرْسَلْتَ.
Riwayat tersebut menjelaskan larangan mengubah lafadz doa yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad saw.

3.      Adapun penutup doa yang saudara tanyakan mengutip dari bacaan doa Bapak Kamiran Komar, ketika berdoa dalam upacara pelayatan Kepala Kandepag Bantul dengan lafadz:
سُبْحَانَكَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ. وَسَلامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ. وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِين.
Adanya tambahan huruf  كpada lafadzسُبْحَانَ  kemungkinan adalah sebuah kesalahan pengucapan yang tidak disengaja dan harus diluruskan karena itu adalah lafadz al-Qur’an yang tidak boleh diubah oleh siapa pun.

Wallahu a’lam bish-shawab. *putm)


 Tim Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid
Pimpinan Pusat Muhammadiyah