Pilihan Doa Iftitah
Menurut Putusan Tarjih Muhammadiyah
Pertanyaan Dari:
H. Mufti Muhammadi, muftimuhammadi@yahoo.co.id,
SMA Muhammadiyah 11 Rawamangun
(Disidangkan pada hari Jum’at, 16
Jumadilakhir 1432 H / 20 Mei 2011 M)
Pertanyaan
Assalamu’alaikum
wr.wb.
Mohon penjelasan
tentang perbedaan doa iftitah dari buku produk Muhammadiyah yang berbeda.
Pertama: buku Shalat Sesuai Tuntunan Nabi saw yang disusun oleh Bapak Syakir
Jamaluddin, MA., penerbit LPPI UMY dengan kata pengantar ketua MTT PP
Muhammadiyah. Pada halaman 73 dijelaskan bahwa doa iftitah itu ada 3 macam,
yaitu: Allahumma Ba’id …, Allahu akbar Kabira … dan
Wajjahtu wajhiya … . Sementara dalam buku HPT, pilihan doa iftitah hanya
dua, yaitu: Allahumma ba’id baini … dan Wajjahtu wajhiya … . Kami
umat yang di bawah merasa bingung membaca kedua buku ini, oleh karena itu mohon
penjelasan dengan hadis shahih.
Terima kasih.
Jawaban:
Wa’alaikumussalam Wr.Wb.
Terima kasih
atas pertanyaan yang disampaikan oleh Bapak H. Mufti Muhammadi kepada Tim Fatwa
Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Pertanyaan yang serupa
sesungguhnya banyak dilontarkan oleh warga Muhammadiyah baik secara langsung
maupun tertulis. Buku yang berjudul “Shalat Sesuai Tuntunan Nabi saw: Mengupas Kontroversi
Hadis Sekitar Shalat” yang disusun oleh Bapak Syakir Jamaluddin, M.A., tersebut
memang banyak disoroti oleh warga Muhammadiyah, baik terkait dengan eksistensi
buku maupun beberapa materi yang terkait seputar shalat. Terkait dengan
eksistensi buku, warga Muhammadiyah banyak yang bertanya apakah buku tersebut merupakan
produk Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat (MTT PP) Muhammadiyah ataukah
bukan. Pertanyaan tersebut muncul setidaknya karena dua hal, pertama; karena
diterbitkan oleh institusi atau lembaga di lingkungan Muhammadiyah, kedua;
karena kata pengantar buku tersebut ditulis
oleh Prof. Dr. H. Syamsul Anwar, M.A. yang saat ini menjadi Ketua MTT PP Muhammadiyah.
Sedangkan dari aspek materi seputar salat yang paling banyak disoroti, antara
lain; tentang pilihan salam dan bacaan do’a iftitah pada saat salat.
Terkait dengan
permasalahan pertama, perlu dijelaskan bahwa produk MTT PP Muhammadiyah dapat
dikategorikan menjadi tiga macam, yaitu:
1.
Keputusan Musyawarah Nasional Tarjih
Muhammadiyah, yakni hasil Muktamar/Musyawarah Nasional Tarjih yang kemudian
dibukukan dan disebut Himpunan Keputusan Majelis Tarjih atau sering disingkat
HPT;
2.
Fatwa Tarjih, yaitu keputusan MTT PP Muhammadiyah
atas persoalan yang muncul di masyarakat. Fatwa Tarjih bias merupakan respon MTT
PP Muhammadiyah atas persoalan yang terjadi di masyarakat atau merupakan
jawaban atas pertanyaan yang disampaikan kepada MTT PP Muhammadiyah dan
kemudian dimuat di rubrik Tanya Jawab Agama Majalah Suara Muhammadiyah. Saat
ini sebagian Fatwa-fatwa Tarjih telah diterbitkan dalam bentuk buku berjudul Tanya
Jawab Agama sejumlah 6 jilid.
3.
Wacana, yaitu pengembangan pemikiran
dalam soal keagamaan yang bersifat tidak mengikat secara kelembagaan,
diterbitkan dalam bentuk buku maupun jurnal.
Adapun buku yang
disusun oleh Bapak Syakir Jamaluddin, MA., tidak termasuk ke dalam salah satu
dari ketiga produk MTT PP Muhammadiyah tersebut. Buku tersebut merupakan hasil
karya pribadi salah seorang warga Muhammadiyah dan bukan merupakan keputusan MTT
PP Muhammadiyah. Dengan demikian, buku tersebut TIDAK termasuk buku tuntunan resmi
yang dikeluarkan oleh Persyarikatan Muhammadiyah.
Pada prinsipnya setiap
keputusan MTT PP Muhammadiyah selalu dilandasi oleh dalil-dalil yang terkuat
baik dari al-Qur’an maupun sunnah-sunnah Nabi saw yang maqbulah. Namun
demikian, setiap orang terbuka untuk mengkaji dan mengkritisi keputusan Tarjih
asalkan dilakukan secara argumentatif serta berpedoman kepada semangat dan Manhaj
Tarjih. Bahkan berbeda dalam beberapa hal dengan putusan Tarjih bukanlah sesuatu
yang terlarang dalam kaidah Tarjih itu sendiri. Dalam Penerangan tentang Hal Tarjih
yang dikeluarkan oleh Hoofdbestuur Moehammadijah (PP Muhammadiyah) tahun
1935 dinyatakan: …kami berseru juga kepada sekalian ulama’ supaya suka
membahas pula akan kebenaran putusan Majelis Tarjih itu dimana kalau
terdapat kesalahan atau kurang tepat dalilnya diharap supaya diajukan,
syukur kalau dapat memberikan dalilnya yang lebih tepat dan terang, yang nanti
akan dipertimbangkan pula, kemudian kebenarannya akan ditetapkan dan digunakan.”
(lihat kata pengantar, halaman. viii dan HPT, hlm. 371-372)
Dengan demikian,
setiap warga Muhammadiyah maupun pihak lain berhak untuk mengkritisi setiap
keputusan Tarjih dengan mengemukakan argumentasi (dalil) yang lebih kuat (rajih),
lalu diajukan kepada MTT PP Muhammadiyah untuk dibahas baik oleh Tim Fatwa MTT
PP Muhammadiyah maupun dibawa ke Musyawarah Nasional Tarjih Muhammadiyah. Sebab
pendapat yang berbeda dengan keputusan Tarjih dari hasil kajian dan penelitian
seseorang baik dari warga Muhammadiyah maupun pihak lain merupakan hal yang
tidak bisa dihindari maupun dilarang. Namun secara norma dan etika
berorganisasi, pendapat perseorangan tidak semestinya disebarkan di lingkungan
warga Persyarikatan. Terlebih lagi, jika pendapat pribadi tersebut dibenturkan
dengan pendapat resmi Persyarikatan yang telah diputuskan berdasarkan ijtihad
jama’i (ijtihad kolektif). Sebab dalam kaidah MTT PP Muhammadiyah, jika ada
keputusan di tingkat yang lebih rendah
(apalagi pendapat perseorangan) berbeda dengan keputusan di tingkat yang lebih
tinggi, maka keputusan (pendapat) yang digunakan adalah keputusan di tingkat
yang lebih tinggi.
Karena itu, terkait
dengan bacaan doa iftitah yang bapak tanyakan, maka dari beberapa alternatif
bacaan doa iftitah yang ada, MTT PP Muhammadiyah memilih doa yang dianggap lebih
kuat, yaitu:
اللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِي
وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ اللَّهُمَّ
نَقِّنِي مِنْ الْخَطَايَا كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الْأَبْيَضُ مِنْ الدَّنَسِ اللَّهُمَّ
اغْسِلْ خَطَايَايَ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ.
Atau dengan membaca:
وَجَّهْتُ وَجْهِىَ لِلَّذِى فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ حَنِيفًا مُسْلِمًا وَمَا أَنَا
مِنَ الْمُشْرِكِينَ إِنَّ صَلاَتِى وَنُسُكِى وَمَحْيَاىَ وَمَمَاتِى لِلَّهِ رَبِّ
الْعَالَمِينَ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ
(وََأَنَا مِِنَ الْمُسْلِمِينَ)، اللَّهُمَّ أَنْتَ الْمَلِكُ لاَ إِلَهَ لِى إِلاَّ
أَنْتَ أَنْتَ رَبِّى وَأَنَا عَبْدُكَ ظَلَمْتُ نَفْسِى وَاعْتَرَفْتُ بِذَنْبِى فَاغْفِرْ
لِى ذُنُوبِى جَمِيعًا لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ أَنْتَ وَاهْدِنِى لأَحْسَنِ
الأَخْلاَقِ لاَ يَهْدِى لأَحْسَنِهَا إِلاَّ أَنْتَ وَاصْرِفْ عَنِّى سَيِّئَهَا لاَ
يَصْرِفُ عَنِّى سَيِّئَهَا إِلاَّ أَنْتَ لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ وَالْخَيْرُ كُلُّهُ
فِى يَدَيْكَ وَالشَّرُّ لَيْسَ إِلَيْكَ أَنَا بِكَ وَإِلَيْكَ تَبَارَكْتَ وَتَعَالَيْتَ
أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
MTT PP Muhammadiyah melalui mudarasah dan ijtihad jama’i (ijtihad kolektif) memilih kedua alternatif doa tersebut di atas secara hirarkis. Artinya bahwa alternatif pertama yaitu “Allahuma baid …” secara kualitas periwayatan lebih sahih (hadis sahih riwayat al-Bukhari, Muslim dan lainnya dari Abu Hurairah r.a.) dan lebih praktis (ringkas) dibandingkan dengan alternatif lainnya. Namun demikian, doa iftitah yang berbunyi “Wajjahtu wajhiya …” dapat pula dijadikan sebagai alternatif bacaan doa iftitah, karena dalil yang digunakan termasuk hadis sahih riwayat Muslim dan lainnya.
Sampai saat ini,
kedua alternatif bacaan doa iftitah tersebut di atas belum pernah diubah atau dibatalkan dengan keputusan yang
memiliki kekuatan yang sama (Musyawarah Nasional Tarjih). Oleh sebab itu, kedua
alternatif doa iftitah tersebut di atas merupakan pendapat dan pilihan resmi Persyarikatan
untuk dapat dijadikan pedoman bagi warga Muhammadiyah, tanpa menafikan adanya
alternatif lain yang juga sahih.
Memang pada
dasarnya, semua amalan yang memiliki landasan atau dalil yang kuat dapat
diamalkan. Namun terkadang dalam beberapa persoalan yang memiliki variasi atau
beragam cara dan bacaannya (at-tanawwu’ fil-‘ibadah), maka dalam rangka
mempermudah (at-taisir) dan agar tidak membingungkan warga dan
masyarakat awam, maka MTT PP Muhammadiyah memilih salah satu atau beberapa
alternatif yang dianggap paling kuat untuk dijadikan pedoman resmi warga
Muhammadiyah baik lewat kajian Tim Fatwa MTT PP Muhammadiyah maupun Musyawarah
Nasional Tarjih Muhammadiyah dengan melibatkan perwakilan tokoh dan ulama’ se-Indonesia
baik dari kalangan Muhammadiyah maupun lainnya.
Dari uraian di
atas, maka semakin jelas bahwa buku yang bapak tanyakan tersebut bukanlah
produk MTT PP Muhammadiyah, sehingga tidak menjadi sikap dan pendirian resmi Muhammadiyah.
Namun demikian dapat saja dibaca dan digunakan oleh siapa saja sebagai salah
satu referensi untuk menambah wawasan dan cakrawala keilmuan dalam masalah
terkait. Sedangkan untuk menghilangkan kebingungan bapak dan masyarakat awam,
karena tidak (dapat) melakukan kajian secara mandiri dan mendalam, maka
hendaknya merujuk kepada keputusan MTT PP Muhammadiyah yang telah ada.
Wallahu a’lam
bish-shawab. *rf)
Pimpinan Pusat Muhammadiyah
E-mail: tarjih_ppmuh@yahoo.com dan ppmuh_tarjih@yahoo.com